Michael, Pemimpin Bala Tentara Surgawi yang biasanya
hanya bertugas untuk memimpin tentara Surga berperang dengan pasukan Iblis,
kini diutus Yang Maha Kuasa untuk turun ke bumi dan menyelesaikan sebuah misi.
Akankah Michael sanggup menyelesaikan misi ini? Let’s check it out...
“My Personal Angel : Chapter 3”
“Meeting Her!”
“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya seorang pria
berambut ikal keemasan pada temannya yang tampak asyik memperhatikan sesuatu di
dalam cermin di hadapannya, cermin itu berukuran sangat besar, sebesar ukuran
tubuhnya dan dari dalam cermin itu tampak sebuah pergerakan aneh, seperti
sebuah video yang menampakkan adegan demi adegan.
“Apa yang terjadi dengannya? Ini tidak seperti Michael.
Bagaimana bisa dia melakukan sesuatu yang ceroboh seperti ini? Gadis itu kini
hampir mati karena kecerobohannya.” Ujar pria tampan yang satu lagi dengan
cemas, memandang sesuatu dari dalam cermin besar itu.
“Apa kau sedang melihat Michael, Gabriel?” tanya pria
berambut ikal keemasan itu seraya berjalan lebih mendekat. Pria tampan yang
dipanggilnya Gabriel itu mengangguk singkat.
“Apa yang dilakukan Michael di sana? Kenapa dia hanya
diam saja mengintip dari balik pilar penyangga? Dia harus segera bertindak dan
memperbaiki kesalahannya kan? Dekati roh gadis itu dan lakukan sesuatu!” ujar
pria berambut ikal keemasan itu tampak heran.
“Itulah yang kumaksud Raphael. Dia hanya diam saja dan
melihat. Dia tampak...” Gabriel terdiam sejenak.
“Kebingungan.” Lanjut Raphael menyambung kalimatnya.
Gabriel mengangguk singkat.
“Apa perlu kita turun dan membantunya? Michael tak
familiar dengan tugas ini. Kitalah yang lebih sering berhubungan dengan manusia
kan? Sedang dia hanya bertugas melawan Iblis, jadi kupikir wajar jika dia
kebingungan seperti ini.” Sahut Raphael mengerti. Tapi Gabriel menggeleng
mantap.
“TIDAK! Ini ujian untuknya. Tuhan pasti memiliki rencana
khusus hingga mengirimnya turun ke bumi. Bagi kita tugas ini sederhana, tapi
bagi Michael ini tugas yang sulit dan membingungkan. Tapi aku yakin Michael
pasti melaksanakan tugasnya dengan baik.” Ujar Gabriel dengan penuh keyakinan
pada kawannya.
“Bagaimana dengan Lucifer? Sementara Michael tak ada di sini,
kita yang harus mengambil alih tugasnya sementara. Keselamatan Surga adalah
tanggung jawab kita.” Ujar Gabriel sambil tetap menatap cermin kehidupan di
hadapannya.
“Kudengar pasukan Iblis sedang mencari seorang wanita.
Dia adalah pemegang kunci Neraka. Lucifer menginginkannya, jika sampai wanita
ini jatuh ke tangan Lucifer dan Lucifer berhasil merebut kuncinya, maka...”
Raphael terdiam sejenak membayangkan bencana apa yang akan terjadi jika hal itu
sampai terjadi.
“Maka dia akan membebaskan sebagian pasukan Iblis yang
dulu pernah dikalahkan Michael dan dikurungnya di jurang maut, lalu kemudian
membentuk pasukan Iblis yang lebih kuat untuk menyerang kita, benarkan?” lanjut
Gabriel, menebak.
“Jadi kita harus menemukan wanita itu sebelum Lucifer
menemukannya, begitu kan seharusnya?” lanjut Gabriel lagi, kali ini dia
memusatkan perhatiannya pada Raphael dan tak lagi memandang cermin. Raphael
mengangguk singkat.
“We need Michael. Saat seperti ini seharusnya dia bersama
kita untuk mencari solusi.” Ujar Raphael sedih, menatap temannya melalui cermin
kehidupan itu.
“Seorang wanita? Tunggu! Mungkinkah...” sebuah ide tiba-tiba
melintas di kepala Gabriel, dia menatap temannya dengan penuh rasa penasaran
tapi masih tak berani menyuarakan apa yang ada di pikirannya.
Gabriel terdiam, berpikir. “Tentu. Michael, sang Malaikat
Utama. Malaikat Kepercayaan Tuhan, Tangan Kanan Tuhan, mana mungkin Tuhan
mengirimnya ke bumi untuk tujuan yang tidak jelas? Pasti Tuhan punya alasan.
Mungkinkah...” Gabriel hanya terdiam sambil mengamati cermin kehidupan itu
tanpa berani berpikir macam-macam lebih dulu. Dia akan menunggu. Menunggu
hingga semuanya jelas.
=====
“Maaf, Nyonya. Kami sudah berusaha tapi sepertinya putri
Anda tidak memiliki semangat hidup lagi. Tubuhnya menolak semua pengobatan yang
kami berikan. Semuanya sia-sia saja! Kami rasa hanya keajaiban dan cinta dari
keluargalah yang bisa membantunya saat ini. Pasien yang dalam keadaan koma,
masih bisa mendengar apa yang kita katakan, katakan padanya bahwa kalian masih
menginginkannya untuk sembuh dan ada bersama kalian, katakan padanya betapa
kalian menyayanginya, mungkin itu bisa membantu.” Ujar seorang pria setengah
baya yang memakai jubah putih itu. Seorang wanita tua menangis tak berdaya di samping
tubuh putri semata wayangnya yang kini terbaring lemah di ranjang. Semakin tak
berdaya saat mendengar bahwa semua dokter sudah menyerah.
“Berapa yang kalian inginkan? Aku akan membayarnya!
Asalkan kalian bisa menyelamatkan nyawa putriku, berapa pun akan kuberikan!”
ujarnya sambil menangis histeris, wanita tua itu bangkit dari kursinya dan mengarahkan
tangannya ke depan, meraba-raba keberadaan dokter itu.
“Aahh...” ujarnya saat tak sengaja dia tersandung kursi
yang tadi didudukinya.
“Bibi, hati-hati!” ujar seorang gadis berambut merah
dengan lembut, tapi itu semua palsu. Kebaikannya ternyata palsu yang sayangnya
tak ada seorangpun yang menyadari hal itu. Dia segera memapah wanita tua yang
buta itu dan membawanya ke arah Dokter itu.
Dokter itu menyambut tangan wanita tua itu dan berkata
lembut “Maaf, Nyonya. Ini bukan soal uang, tapi kemauan untuk hidup dari sang
pasien sendiri.” Jawab Dokter itu lembut, sambil menepuk-nepuk pundak wanita
tua itu menenangkannya.
“Tidak! Putriku gadis yang baik. Kenapa harus begini? Tak
lama lagi dia akan menikah, kenapa ini bisa terjadi? Lily, bangunlah sayang.
Jangan tinggalkan Ibu sendirian di dunia ini.” Wanita itu kembali menangis
tersedu di bahu gadis berambut merah itu.
“Bibi tidak sendiri. Bibi masih punya aku kan? Aku bisa
menggantikan Lily menjadi putri Bibi.” Bujuk si gadis rambut merah dengan
keramahan yang dibuat-buat.
“Bagus. Matilah kau, Lily. Setelah itu aku akan menikahi
tunanganmu dan menjadi anak dari Ibumu. Sempurna! Aku akan mengambil alih semua
harta kekayaanmu. Ini sangat menyenangkan.” Batin si gadis rambut merah seraya
menatap culas seorang gadis berambut pirang yang kini terbaring koma di ranjang
dengan berbagai selang di tubuhnya.
“Nyonya, sebaiknya Anda pulang dan istirahat sebentar.
Baru setelah itu, anda akan memiliki tenaga untuk menemani putri anda.” Usul
Dokter itu dengan sabar seraya memberi tanda pada si gadis rambut merah.
“Benar Bibi. Lebih baik kita pulang dulu. Jika Bibi
sakit, Lily pasti akan sedih.” Bujuknya sok manis. Dalam diam wanita tua buta
itu mengangguk pelan dan menurut saja saat si gadis rambut merah itu memapahnya
keluar kamar.
“Kau gadis yang baik, Crystal. Beruntung sekali putriku
memiliki sahabat sepertimu.” Ujar wanita tua itu berterima kasih tanpa dia tahu
yang sebenarnya terjadi.
“Gadis yang baik? Jangan buat aku tertawa, Ibu! Semua
kebaikannya palsu. DIA PENIPU!” batin sesosok tubuh transparan dengan marah
bercampur sedih dalam hatinya.
Sesosok tubuh bergaun putih itu menatap wanita tua dan
gadis berambut merah itu dengan airmata menetes pelan. Tak percaya dia bisa
mendengar dan melihat sendiri bagaimana sahabatnya, orang yang sangat dia percaya
ternyata menyimpan kebencian yang sangat dalam di hatinya. Dia tak mempercayai
kebodohannya selama bertahun-tahun yang telah berhasil ditipu mentah-mentah
oleh Crystal, sahabat yang sudah dianggapnya sebagai saudara. Tatapannya
beralih ke arah tubuhnya sendiri yang kini terbaring lemah, dia kembali
menangis.
“Aku tak pernah membayangkan ternyata selama ini aku
begitu dibenci. Kupikir semua orang mencintaiku, mereka semua bersikap baik di
depanku. Tak kusangka semua itu palsu. Hanya demi uangku, hanya demi
kekayaanku, mereka berpura-pura manis di depanku. Lily, jadi seperti inikah
hidupmu selama ini? Kau begitu menyedihkan. Kau gadis bodoh yang menyedihkan!
Tak ada seorangpun yang mencintaimu, apa kau sadar itu?” makinya pada dirinya
sendiri yang kini terbaring lemah.
Perlahan dia berjalan ke arah jendela kamarnya, ingin
menenangkan pikirannya yang sedang kalut saat tiba-tiba dia melihat seorang
pria muda berwajah tampan dengan berpakaian serba putih menatap lembut ke arahnya.
Gadis itu tersentak. Menatap ke arahnya? Dia hanya
memandang pria tampan itu dengan terkejut. Lalu kembali menoleh pada tubuh
fisiknya yang sedang berbaring lemah di ranjang.
“Apa benar dia sedang menatapku? Tapi bagaimana bisa? Tak
ada seorangpun yang bisa melihatku sekarang.” Batinnya tak mengerti. Dia
kembali menatap pria tampan di luar sana, seseorang yang berdiri menatap ke arahnya
dari bawah jendela.
Pria muda itu hanya menatapnya dalam diam. Lily
tersentak, pria itu benar-benar bisa melihatnya, tanpa sadar Lily tersenyum
manis padanya. Pada seorang pria berkostum putih yang tak dikenalnya, seorang
pria yang menatapnya tanpa ekspesi, tanpa senyuman tapi tatapan matanya
memancarkan kesedihan dan penyesalan.
Dia baru saja akan melambaikan tangannya pada pria muda
itu saat tiba-tiba pintu kembali terbuka dan Crystal berjalan masuk dengan
kesal “Gara-gara wanita tua buta itu aku sampai melupakan tasku. Sial! Kenapa
dia tidak mati saja mengikuti putrinya?” ujar Crystal kesal lalu segera meraih
tasnya dan berjalan keluar.
Perhatian Lily spontan beralih pada mantan sahabatnya
yang berjalan pergi dengan tergesa-gesa, dan setelah dia kembali menoleh ke bawah
jendela, pria muda tampan itu sudah menghilang.
To Be Continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar