Chapter 3. It's mean that one more chapter to go. Dari 23 Chapter yang sudah penulis share di Wattpad, yang mana itupun BELUM TAMAT karena direncanakan akan tamat pada Chapter 28, namun dalam blog ini HANYA AKAN diposting 4 Chapter saja. Yuk ah, bagi yang penasaran buat akun wattpad dan FOLLOW Author, karena cerita ini DIKUNCI jadi kalau gak follow gak bisa baca gitu. Bagi yang penasaran aja, bagi yang bersikeras gak mau bikin akun wattpad dan gak mau follow tapi tetep pengen baca, ya udah, Penulis hanya bisa meminta maaf karena hanya mampu Mengshare 4 chapter saja sebagai testing semata. Ditunggu di Wattpad bagi para Ahgase yang penasaran ya...
“Shooting Star
: Chapter 3 [Dream High 2 Fanfiction]”
“Chapter 3 :
The Confession Letter”
Di dalam
mobilnya, dengan diiringi tetes hujan yang turun dari langit yang kini
membasahi jendela mobilnya seraya mendengar lagu ciptaan Hye Sung, JB mulai
membaca surat yang ditulis Hye Sung untuknya.
“Apa dia
menangis saat menulis surat ini?” tebak JB lalu mulai membaca suratnya. Hanya
bagian pertama saja, sudah mampu membuat berkaca-kaca.
“Dear JB... Aku
bertaruh kau pasti takkan pernah tahu betapa tersentuhnya aku saat kau memungut
apel yang jatuh ke tanah itu. Maksudku, apel yang jatuh ke tanah itu pasti
kotor kan? Tapi demi agar aku berhenti menangis kau tetap memakannya. Aku
terjatuh lemas ke tanah, menangis tersedu-sedu, saat itu aku benar-benar ingin
menyerah.
Tapi kemudian,
tanganmu yang hangat menyentuh pipiku dan menghapus airmataku yang mengalir
deras di sana, membuat hatiku yang dingin perlahan menjadi hangat. Kaulah yang
berkata padaku “Jangan menangis”, kaulah yang menghapus airmataku dan kau juga
yang selalu membimbing jalanku.
Bagaikan
Polaris, Sang Bintang Harapan, yang selalu menjadi petunjuk arah utara agar
kita tidak tersesat. Seperti itulah arti kehadiranmu, kau selalu menjadi
Bintang Penunjuk jalan bagiku, kaulah yang membawaku keluar dari kegelapan itu.
Di gereja kecil
itu, suaramu terdengar sangat indah dan menenangkan. Sangat menyenangkan untuk
didengar. Tak pernah sekalipun aku bermimpi akan mendengarmu bernyanyi khusus
untukku. Saat itu aku bersandar di bahumu dan berharap agar waktu berhenti
berputar walau hanya sesaat saja.
Aku berdoa
semoga saat-saat indah itu akan bertahan selamanya, tanpa Fan Girls, tanpa
wartawan, tanpa manajer dan bos agensi yang mengekangmu, hanya kita berdua,
bahagia selamanya. Tapi sekeras apa pun aku berdoa, semua itu takkan pernah
menjadi kenyataan. Kurasa aku memang terlalu naif.
Kupikir asalkan
aku mencintaimu dengan tulus, maka yang lain tidaklah penting. Aku dibutakan
oleh cintaku padamu hingga tak peduli pada yang lain. Aku bahkan tidak
menyadari jika aku telah menghancurkan impianmu seumur hidup. Aku tidak menyadari
aku bisa seegois itu. Aku tidak menyadari jika kau hanya berpura-pura tersenyum
di hadapanku, hanya untuk menenangkanku. Kau selalu bersikap seolah kau tidak
peduli walaupun kau kehilangan kesempatan berdiri di panggung besar. Kau selalu
tersenyum padaku, meyakinkan aku bahwa semua baik-baik saja. Kau selalu
membuatku berpikir bahwa kau memang baik-baik saja.
Bila saja aku
tahu... Kau akan tereliminasi dari audisi itu karena kau ‘melamarku’, aku
takkan pernah menerima pengakuan cintamu. Kau juga tidak akan mengalami
kecelakaan, jika saja aku tidak lari meninggalkanmu begitu saja. Cinta itu
sangat menyakitkan, aku tidak seharusnya jatuh cinta padamu. Seharusnya aku
tahu, kau adalah seseorang yang tak boleh kucintai.
Rian benar.
Semuanya terjadi karena aku. Karena aku, kau kehilangan panggungmu. Karena aku,
kau mengalami kecelakaan itu, hingga membuatmu kehilangan kemampuanmu menari.
Karena aku, kau kehilangan kekaguman dan respek semua orang. Ternyata, aku sama
sekali tak mampu melindungimu.
Shin Hye Sung,
seorang gadis yang bodoh dan tidak berbakat, seorang gadis yang selalu tanpa
sadar melakukan kesalahan. Aku adalah orang terakhir yang mengetahui hal-hal
yang penting dan selalu mengacaukan segalanya. Tapi sekarang, aku memutuskan
untuk memperbaiki semua kesalahanku. Aku ingin membantumu mendapatkan kembali
panggung yang seharusnya memang milikmu. Aku ingin membawa kembali JB yang
dulu, JB yang dipuja semua orang, JB yang bersinar bagai bintang di angkasa.
Aku ingin mengembalikan mimpimu yang sempat hilang.
Maafkan aku....
Karena telah menghancurkan semua mimpimu. Karena telah mengingkari janji kita
dan pergi meninggalkanmu. Karena telah berbohong padamu...
Rasanya aku
seperti akan mati saat aku berkata bahwa JB yang kucintai adalah JB yang
berdiri di atas panggung, JB yang dipuja semua orang, JB yang mempesona semua
Fansnya, dan sulit sekali rasanya melihatmu kehilangan popularitasmu, itu
sebabnya aku ingin kita putus.
Aku berbohong.
Aku sepenuhnya berbohong. Karena sejujurnya, aku mencintaimu seperti apa pun
dirimu. Saat itu aku berusaha keras menahan airmataku saat mengucapkan
kata-kata yang menyakitkan itu. Saat itu, aku merasa jantungku seakan berhenti
berdetak dan rasanya sulit bernapas, saat kau berkata padaku kau akan menjadi
JB yang kuinginkan. Saat kau berkata demi aku, kau akan bangkit kembali. Saat
kau mengggenggam tanganku, rasanya aku ingin berbalik dan memelukmu dengan
erat, melepaskan semua topeng dingin yang sedang kutunjukkan padamu sekarang.
Tapi aku tetap bersikap dingin dan mengatakan hal yang lebih menyakitkan.
“A star is
great when you see it from afar but when you see it close-up, it is not that
great anymore…Bintang itu terlihat sangat indah bila dilihat dari kejauhan,
tapi terlihat biasa saja bila kita melihatnya dari dekat,” adalah kata-kata
yang kuucapkan dengan kejam saat itu.
Aku berbohong.
Di mataku, kau akan selalu menjadi bintang yang bersinar terang di langit
malam. Kau akan selalu cemerlang dan bersinar dengan indahnya, bahkan lebih
indah dari jutaan bintang lainnya. Sama seperti Polaris yang akan selalu
menerangi langit utara, tak pernah berubah dan tetap berdiri dengan tegak di
tempatnya, seperti itulah arti dirimu sesungguhnya bagiku.
Tapi kau
memilih jatuh ke bumi dan mendarat di sisiku, menjadi Bintang Jatuh yang
kuimpikan selama ini. Menyimpanmu di sisiku, kau menjadi bintang yang mulai
kehilangan cahayanya sementara aku dengan bodohnya menikmati keberadaanmu di
sisiku. Perlahan, cahayamu mulai redup dan semakin redup, dan akhirnya aku
memutuskan, sekaranglah saatnya aku mengantarmu pergi, mengembalikanmu ke dunia
tempatmu berasal.
Di tengah
Galaksi, kau ditakdirkan menjadi bagian dari bintang-bintang yang bersinar
dengan terang sementara aku ditakdirkan menjadi butiran debu di tanah. Jalan
kita seharusnya tidak perlu bersinggungan, karena kau dan aku memang tidak
ditakdirkan untuk bersama. Semuanya harus kembali ke tempat masing-masing dan
kau juga harus kembali ke tempatmu berasal, seperti yang diharapkan oleh semua
orang.
Dengan sedih
aku harus mengakui, hanya “Tuan Putri” yang berhak hidup bahagia selamanya
bersama dengan “Sang Pangeran”, tapi aku bukanlah Tuan Putri. Tempatku
selamanya hanya akan ada di tengah para penonton. Impian yang pernah kita bagi
bersama, hanya akan menjadi bagian dari kenangan yang indah dan tak ada lagi
yang lain.
Saat aku
menulis surat ini, aku menangis dengan keras, lebih keras dari saat itu, tapi
tak ada lagi kau yang menghapus airmataku. Semuanya telah menghilang bersama
dengan senyuman manis yang selalu kau tunjukkan padaku, menghilang bersama kehangatan
yang kau berikan padaku melalui genggaman tanganmu, dan juga menghilang bersama
dengan ciuman manis malam itu, semuanya tak ada lagi bersama cinta yang
kumiliki untukmu.
Apa kau mau
kuberitahu sebuah rahasia? Aku pernah mengatakan padamu sebelumnya, bahwa
setiap saat aku bersamamu rasanya bagaikan mimpi. Sebenarnya, sejak pertemuan
pertama kita, setiap detik yang kualami bagaikan sebuah mimpi yang indah.
Rasanya bagaikan mimpi yang tidak mungkin saat tiba-tiba kau berkata kau
mencintaiku. Aku sangat takut, aku sangat takut untuk terbangun. Takut bila
semua mimpi indah ini harus menghilang bila aku membuka mataku. Tapi sekarang,
sepertinya sudah saatnya aku terbangun dari mimpi yang indah ini.
JB, terima
kasih karena telah memberiku sebuah mimpi yang tak pernah berani kuimpikan
sebelumnya. Maafkan aku karena tidak bisa mengatakan padamu secara langsung.
Karena setiap kali aku melihatmu, perasaan itu kembali datang. Perasaan yang
sudah 8 tahun ini mencoba kulupakan. Tapi aku tak bisa, perasaanku padamu
selamanya takkan pernah berubah.
Bagaikan
Bintang Jatuh, kau melesat cepat dan menghilang di tengah kegelapan malam,
sementara aku duduk di sini, di tengah kegelapan kamarku, menunggu rasa kantuk
itu menyerangku dan perlahan kembali bermimpi indah, karena hanya dengan cara
itulah aku bisa melihatmu tanpa perlu merasa bersalah. Hanya dalam mimpi semata.”
JB menggenggam
surat itu dengan tangan gemetar, airmata mengalir pelan di wajahnya yang
tampan. Surat itu adalah ungkapan hati Hye Sung selama ini, jawaban yang dia
cari selama 8 tahun ini. Surat itu dimaksudkan untuk sampai ke tangannya
setelah Hye Sung kembali ke Amerika.
“Shin Hye Sung,
kau berhutang penjelasan padaku. Aku tidak akan membiarkanmu pergi ke manapun
sebelum kau menjelaskan semuanya padaku,” JB bertekad, dia harus menemukan
‘kekasihnya’ dan meminta penjelasan langsung dari bibirnya.
To be continued...
Kelanjutan kisahnya bisa anda baca di :Shooting Star [Dream High 2 Fanfiction : JB GOT7]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar