Sabtu, 20 Agustus 2016

Shooting Star : Chapter 3 [Dream High 2 Fanfiction]

Chapter 3. It's mean that one more chapter to go. Dari 23 Chapter yang sudah penulis share di Wattpad, yang mana itupun BELUM TAMAT karena direncanakan akan tamat pada Chapter 28, namun dalam blog ini HANYA AKAN diposting 4 Chapter saja. Yuk ah, bagi yang penasaran buat akun wattpad dan FOLLOW Author, karena cerita ini DIKUNCI jadi kalau gak follow gak bisa baca gitu. Bagi yang penasaran aja, bagi yang bersikeras gak mau bikin akun wattpad dan gak mau follow tapi tetep pengen baca, ya udah, Penulis hanya bisa meminta maaf karena hanya mampu Mengshare 4 chapter saja sebagai testing semata. Ditunggu di Wattpad bagi para Ahgase yang penasaran ya...

“Shooting Star : Chapter 3 [Dream High 2 Fanfiction]”



 
“Chapter 3 : The Confession Letter”



Di dalam mobilnya, dengan diiringi tetes hujan yang turun dari langit yang kini membasahi jendela mobilnya seraya mendengar lagu ciptaan Hye Sung, JB mulai membaca surat yang ditulis Hye Sung untuknya.

“Apa dia menangis saat menulis surat ini?” tebak JB lalu mulai membaca suratnya. Hanya bagian pertama saja, sudah mampu membuat berkaca-kaca.

“Dear JB... Aku bertaruh kau pasti takkan pernah tahu betapa tersentuhnya aku saat kau memungut apel yang jatuh ke tanah itu. Maksudku, apel yang jatuh ke tanah itu pasti kotor kan? Tapi demi agar aku berhenti menangis kau tetap memakannya. Aku terjatuh lemas ke tanah, menangis tersedu-sedu, saat itu aku benar-benar ingin menyerah.

Tapi kemudian, tanganmu yang hangat menyentuh pipiku dan menghapus airmataku yang mengalir deras di sana, membuat hatiku yang dingin perlahan menjadi hangat. Kaulah yang berkata padaku “Jangan menangis”, kaulah yang menghapus airmataku dan kau juga yang selalu membimbing jalanku.  

Bagaikan Polaris, Sang Bintang Harapan, yang selalu menjadi petunjuk arah utara agar kita tidak tersesat. Seperti itulah arti kehadiranmu, kau selalu menjadi Bintang Penunjuk jalan bagiku, kaulah yang membawaku keluar dari kegelapan itu.

Di gereja kecil itu, suaramu terdengar sangat indah dan menenangkan. Sangat menyenangkan untuk didengar. Tak pernah sekalipun aku bermimpi akan mendengarmu bernyanyi khusus untukku. Saat itu aku bersandar di bahumu dan berharap agar waktu berhenti berputar walau hanya sesaat saja.

Aku berdoa semoga saat-saat indah itu akan bertahan selamanya, tanpa Fan Girls, tanpa wartawan, tanpa manajer dan bos agensi yang mengekangmu, hanya kita berdua, bahagia selamanya. Tapi sekeras apa pun aku berdoa, semua itu takkan pernah menjadi kenyataan. Kurasa aku memang terlalu naif.

Kupikir asalkan aku mencintaimu dengan tulus, maka yang lain tidaklah penting. Aku dibutakan oleh cintaku padamu hingga tak peduli pada yang lain. Aku bahkan tidak menyadari jika aku telah menghancurkan impianmu seumur hidup. Aku tidak menyadari aku bisa seegois itu. Aku tidak menyadari jika kau hanya berpura-pura tersenyum di hadapanku, hanya untuk menenangkanku. Kau selalu bersikap seolah kau tidak peduli walaupun kau kehilangan kesempatan berdiri di panggung besar. Kau selalu tersenyum padaku, meyakinkan aku bahwa semua baik-baik saja. Kau selalu membuatku berpikir bahwa kau memang baik-baik saja.

Bila saja aku tahu... Kau akan tereliminasi dari audisi itu karena kau ‘melamarku’, aku takkan pernah menerima pengakuan cintamu. Kau juga tidak akan mengalami kecelakaan, jika saja aku tidak lari meninggalkanmu begitu saja. Cinta itu sangat menyakitkan, aku tidak seharusnya jatuh cinta padamu. Seharusnya aku tahu, kau adalah seseorang yang tak boleh kucintai.

Rian benar. Semuanya terjadi karena aku. Karena aku, kau kehilangan panggungmu. Karena aku, kau mengalami kecelakaan itu, hingga membuatmu kehilangan kemampuanmu menari. Karena aku, kau kehilangan kekaguman dan respek semua orang. Ternyata, aku sama sekali tak mampu melindungimu.

Shin Hye Sung, seorang gadis yang bodoh dan tidak berbakat, seorang gadis yang selalu tanpa sadar melakukan kesalahan. Aku adalah orang terakhir yang mengetahui hal-hal yang penting dan selalu mengacaukan segalanya. Tapi sekarang, aku memutuskan untuk memperbaiki semua kesalahanku. Aku ingin membantumu mendapatkan kembali panggung yang seharusnya memang milikmu. Aku ingin membawa kembali JB yang dulu, JB yang dipuja semua orang, JB yang bersinar bagai bintang di angkasa. Aku ingin mengembalikan mimpimu yang sempat hilang.

Maafkan aku.... Karena telah menghancurkan semua mimpimu. Karena telah mengingkari janji kita dan pergi meninggalkanmu. Karena telah berbohong padamu...

Rasanya aku seperti akan mati saat aku berkata bahwa JB yang kucintai adalah JB yang berdiri di atas panggung, JB yang dipuja semua orang, JB yang mempesona semua Fansnya, dan sulit sekali rasanya melihatmu kehilangan popularitasmu, itu sebabnya aku ingin kita putus.

Aku berbohong. Aku sepenuhnya berbohong. Karena sejujurnya, aku mencintaimu seperti apa pun dirimu. Saat itu aku berusaha keras menahan airmataku saat mengucapkan kata-kata yang menyakitkan itu. Saat itu, aku merasa jantungku seakan berhenti berdetak dan rasanya sulit bernapas, saat kau berkata padaku kau akan menjadi JB yang kuinginkan. Saat kau berkata demi aku, kau akan bangkit kembali. Saat kau mengggenggam tanganku, rasanya aku ingin berbalik dan memelukmu dengan erat, melepaskan semua topeng dingin yang sedang kutunjukkan padamu sekarang. Tapi aku tetap bersikap dingin dan mengatakan hal yang lebih menyakitkan.

“A star is great when you see it from afar but when you see it close-up, it is not that great anymore…Bintang itu terlihat sangat indah bila dilihat dari kejauhan, tapi terlihat biasa saja bila kita melihatnya dari dekat,” adalah kata-kata yang kuucapkan dengan kejam saat itu.

Aku berbohong. Di mataku, kau akan selalu menjadi bintang yang bersinar terang di langit malam. Kau akan selalu cemerlang dan bersinar dengan indahnya, bahkan lebih indah dari jutaan bintang lainnya. Sama seperti Polaris yang akan selalu menerangi langit utara, tak pernah berubah dan tetap berdiri dengan tegak di tempatnya, seperti itulah arti dirimu sesungguhnya bagiku.

Tapi kau memilih jatuh ke bumi dan mendarat di sisiku, menjadi Bintang Jatuh yang kuimpikan selama ini. Menyimpanmu di sisiku, kau menjadi bintang yang mulai kehilangan cahayanya sementara aku dengan bodohnya menikmati keberadaanmu di sisiku. Perlahan, cahayamu mulai redup dan semakin redup, dan akhirnya aku memutuskan, sekaranglah saatnya aku mengantarmu pergi, mengembalikanmu ke dunia tempatmu berasal.

Di tengah Galaksi, kau ditakdirkan menjadi bagian dari bintang-bintang yang bersinar dengan terang sementara aku ditakdirkan menjadi butiran debu di tanah. Jalan kita seharusnya tidak perlu bersinggungan, karena kau dan aku memang tidak ditakdirkan untuk bersama. Semuanya harus kembali ke tempat masing-masing dan kau juga harus kembali ke tempatmu berasal, seperti yang diharapkan oleh semua orang.

Dengan sedih aku harus mengakui, hanya “Tuan Putri” yang berhak hidup bahagia selamanya bersama dengan “Sang Pangeran”, tapi aku bukanlah Tuan Putri. Tempatku selamanya hanya akan ada di tengah para penonton. Impian yang pernah kita bagi bersama, hanya akan menjadi bagian dari kenangan yang indah dan tak ada lagi yang lain.

Saat aku menulis surat ini, aku menangis dengan keras, lebih keras dari saat itu, tapi tak ada lagi kau yang menghapus airmataku. Semuanya telah menghilang bersama dengan senyuman manis yang selalu kau tunjukkan padaku, menghilang bersama kehangatan yang kau berikan padaku melalui genggaman tanganmu, dan juga menghilang bersama dengan ciuman manis malam itu, semuanya tak ada lagi bersama cinta yang kumiliki untukmu.

Apa kau mau kuberitahu sebuah rahasia? Aku pernah mengatakan padamu sebelumnya, bahwa setiap saat aku bersamamu rasanya bagaikan mimpi. Sebenarnya, sejak pertemuan pertama kita, setiap detik yang kualami bagaikan sebuah mimpi yang indah. Rasanya bagaikan mimpi yang tidak mungkin saat tiba-tiba kau berkata kau mencintaiku. Aku sangat takut, aku sangat takut untuk terbangun. Takut bila semua mimpi indah ini harus menghilang bila aku membuka mataku. Tapi sekarang, sepertinya sudah saatnya aku terbangun dari mimpi yang indah ini.

JB, terima kasih karena telah memberiku sebuah mimpi yang tak pernah berani kuimpikan sebelumnya. Maafkan aku karena tidak bisa mengatakan padamu secara langsung. Karena setiap kali aku melihatmu, perasaan itu kembali datang. Perasaan yang sudah 8 tahun ini mencoba kulupakan. Tapi aku tak bisa, perasaanku padamu selamanya takkan pernah berubah.

Bagaikan Bintang Jatuh, kau melesat cepat dan menghilang di tengah kegelapan malam, sementara aku duduk di sini, di tengah kegelapan kamarku, menunggu rasa kantuk itu menyerangku dan perlahan kembali bermimpi indah, karena hanya dengan cara itulah aku bisa melihatmu tanpa perlu merasa bersalah. Hanya dalam mimpi semata.”

JB menggenggam surat itu dengan tangan gemetar, airmata mengalir pelan di wajahnya yang tampan. Surat itu adalah ungkapan hati Hye Sung selama ini, jawaban yang dia cari selama 8 tahun ini. Surat itu dimaksudkan untuk sampai ke tangannya setelah Hye Sung kembali ke Amerika.

“Shin Hye Sung, kau berhutang penjelasan padaku. Aku tidak akan membiarkanmu pergi ke manapun sebelum kau menjelaskan semuanya padaku,” JB bertekad, dia harus menemukan ‘kekasihnya’ dan meminta penjelasan langsung dari bibirnya.  

To be continued...

Kelanjutan  kisahnya bisa anda baca di :Shooting Star [Dream High 2 Fanfiction : JB GOT7]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar