Chapter 4...It's mean that this is the last chapter on blog. Chapter terakhir yang saya posting dalam blog karena sisanya bisa Anda nikmati di Wattpad. Silakan buat akun Wattpad terlebih dahulu bagi yang belum punya dan FOLLOW Akun : @LilianaTan1708 baru Anda bisa membawa ceritanya lengkap. Karena jika Anda hanya bikin akun wattpad tanpa memfollow penulis, well, mungkin ada beberapa chapter yang hilang hehehe =) Kan uda dibilangin kalau cerita ini memang HANYA UNTUK FOLLOWERS hehehe =) So, bagi yang penasaran silakan capcus aja ke sana, okay? Ditunggu ya...Nggak pun nggak papa sih, cuma info aja. See you on Wattpad *lambai tangan* Jangan lupa kalau member GOT7 juga muncul lengkap di pertengahan episode. So dont miss it, Ahgase =)
“Shooting Star
: Chapter 4 [Dream High 2 Fanfiction]”
“Chapter 4 :
Finally I Found You”
Seorang gadis bermantel merah berlari masuk ke gedung sekolah Kirin dengan tergesa-gesa di tengah malam, untung saja dia masih memiliki kunci cadangan yang masih disimpannya saat dulu dia sempat menjadi Ketua Asrama. Gedung sekolah itu telah sepi, tak ada seorangpun di sana. Menerobos hujan yang turun dengan deras, gadis itu berlari menuju aula utama tempat acara perayaan ulang tahun ke-17 SMU Kirin diadakan, tempat di mana seorang gadis muda yang merupakan adik kelasnya menabraknya tadi siang.
“Mungkin di
sini,” gumamnya berharap. Lalu mulai mencari di semua sudut aula, di bawah kaki
kursi para penonton, di bawah panggung, di belakang panggung, hingga bahkan ke
tempat sampah yang ada di samping pintu masuk, berharap mungkin penjaga sekolah
yang menemukannya membuangnya ke sana. Tapi nihil. Sumpit itu tak ditemukannya
di mana-mana.
Hye Sung
terduduk lesu di lantai aula. Menangis terisak. “Hilang. Sumpitku hilang. Apa
ini berarti semuanya telah berakhir?” ujarnya terisak seraya menangis sedih di
tengah aula, terduduk lesu di bawah panggung.
“Dasar bodoh!
Shin Hye Sung kau memang bodoh. Menjaga sepasang sumpit saja kau tak mampu,
bagaimana kau bisa menjaga cintamu?” makinya pada dirinya sendiri seraya
menghapus airmatanya.
“Mungkin
semuanya memang sudah berakhir. Mungkin sekarang saatnya aku melupakan cintaku.
Cinta yang tak seharusnya aku miliki. Bahkan simbol cinta kami sudah hilang,
sekarang tak ada lagi kenangan yang tersisa. Aku benar-benar telah kehilangan
semuanya,” lanjutnya sedih lalu beranjak bangkit, ingin menyerah, tapi hatinya
masih menolak.
“Tidak. Mungkin
bukan di sini aku menjatuhkannya. Aku harus tetap mencarinya sampai dapat. Aku
tidak akan menyerah. Sudah terlambat untuk menyerah sekarang. Aku belum rela
menyerah. Jika aku menemukan sumpit itu, berarti aku masih memiliki harapan
untuk cintaku. Aku akan datang padamu dan memohon kesempatan kedua. Tapi jika
aku benar-benar tak bisa menemukan sumpit itu maka aku akan melepaskan
semuanya. Benar. Harus berusaha dulu baru benar, walau gagal setidaknya aku
sudah berusaha kan?” Hye Sung menyemangati dirinya sendiri lalu dengan penuh
semangat kembali mencari.
Dia berlari
keluar dari aula dan berencana untuk mencarinya di tempat lain. Tidak rela
untuk menyerah begitu saja.
=====
“Sepertinya itu
Shin Hye Sung. Tapi untuk apa dia ke sekolah malam-malam begini?”, ujar seorang
gadis muda berambut coklat berombak saat berada di dalam taksi, berniat untuk
pulang saat tiba-tiba dia melihat seorang gadis muda mirip Hye Sung berlari
masuk ke dalam gedung sekolah. Karena tergesa-gesa ingin secepatnya pulang
untuk melihat ibunya yang tiba-tiba sakit, dia tidak bisa berhenti dan mengecek
kebenarannya.
Gadis muda itu
teringat dia meninggalkan tas tangannya di toilet aula lalu kembali ke sekolah
itu mengambilnya setelah acara reuni itu berakhir. Acara reuni yang dihadiri
oleh semua alumni Kirin kecuali sepasang ‘kekasih’ JB dan Hye Sung.
Penasaran dan tidak tenang, akhirnya gadis itu memutuskan untuk memberitahu seseorang.
“Yeoboseyo JB
(Hallo JB),” ujarnya di telepon.
“Hallo...Soon
Dong, ada apa?” jawab seorang pria dari seberang saluran.
“Aku melihat
seorang gadis seperti Hye Sung berlari masuk ke dalam sekolah. Aku tak bisa
kembali dan mengeceknya karena aku harus segera pulang ke rumah, ibuku sedang
sakit. Aku sangat tidak tenang karena sepertinya dia berlari sambil menangis.
Bisakah kau datang kemari dan mengeceknya? Mungkin saja itu memang Hye Sung.”
Pinta Soon Dong di ponselnya.
“Arraseo...Gomawo
(Aku tahu. Terima kasih),” jawab JB menyanggupi, seraya berdoa dalam hati
semoga saja itu memang Hye Sung.
“Oh ya, jika
kau berhasil menemukannya, jangan lupa janjimu padaku. Aku sudah banyak
membantumu hari ini,” Soon Dong mengingatkan JB pada janjinya untuk membuatkan
sebuah album untuknya.
“Arraseo.
Jeongmal gomawo (Aku tahu. Aku sungguh-sungguh berterima kasih),” jawab JB
setengah kesal lalu menutup teleponnya dan segera memacu mobilnya kembali ke
sekolah mereka.
“Shin Hye Sung,
semoga itu memang kau,” doanya dalam hati seraya mencengkeram erat kemudinya.
====
Shin Hye Sung
berjalan seorang diri memasuki studio musik Kirin Art High School. Acara drama
musikal untuk merayakan ulang tahun ke-17 SMU Kirin telah selesai diadakan.
Semua orang sudah pulang meninggalkan sekolah ini dan hanya ada dia seorang
diri di tempat ini. Perlahan tapi pasti dia melangkah memasuki sebuah ruangan
yang pernah menyimpan kenangan indah dalam hatinya.
Duduk di bangku
piano itu, dia mulai memainkan jemarinya di atas tuts piano itu seraya menatap
kosong warna tuts piano yang berwarna hitam dan putih seraya bergumam “Mereka
adalah pasangan serasi. Hitam dan putih saling melengkapi,” ujarnya
berkaca-kaca.
Semua kenangan yang seharusnya dia lupakan kini kembali lagi bagaikan sebuah gelombang dahsyat tsunami yang memporakporandakan hatinya yang telah beku selama ini. Kenangan itu perlahan mulai kembali.
“Rasanya seperti
baru beberapa tahun yang lalu, kau berkata padaku “Aku Mencintaimu” karena aku
adalah Fansmu. Seperti baru beberapa bulan yang lalu kau berkata padaku “Jangan
menangis” dan membuat sebuah senyuman di wajahku dengan kedua tanganmu. Seperti
baru beberapa hari yang lalu, kau bertepuk tangan untukku saat aku berhasil
menciptakan lagu pertamaku. Seperti baru beberapa jam yang lalu kita berjanji
akan bersama selamanya, tidak akan pernah terpisahkan bagaikan sumpit dan
sendok. Seperti baru beberapa menit yang lalu saat seluruh dunia berdiri
menentang kita. Seperti baru beberapa detik yang lalu aku menyadari kita tidak
ditakdirkan untuk bersama. Tapi kenyataannya sudah 8 tahun berlalu sejak aku
meninggalkanmu seorang diri. Waktu seolah berhenti saat aku berjalan pergi
darimu. Sekarang aku kembali, apa kau masih mencintaiku seperti dulu? Aku
merindukanmu...Andai aku memiliki keberanian untuk mengatakan semua itu...”
Shin Hye Sung bicara pada dirinya sendiri seraya memainkan sebuah nada lembut
dan terdengar sedih di piano itu.
Shin Hye Sung
terlalu tenggelam dalam kenangannya sendiri hingga tidak menyadari dia tidak
sendirian di tempat itu. Di sana, di depan pintu yang sedikit terbuka, ada
seseorang yang mengamatinya dalam diam, mendengar semua ucapannya dan tersenyum
sedih seraya menatapnya tanpa kata.
Plok plok plok.
Terdengar tepuk tangan yang berkumandang di dalam ruangan yang sepi dan suram,
perlahan Hye Sung menoleh ke arah sumber suara yang mengagetkannya. Dan Hye
Sung melihatnya. Dia, yang selalu ada dalam mimpinya siang dan malam. Dia,
seseorang yang selalu dirindukannya. Dia berdiri di sana, dengan senyuman manis
di bibirnya. Senyuman yang tak pernah berubah walau 8 tahun telah berlalu dan
kehidupan mereka telah berubah.
“Lagu yang
indah, Komposer Shin Hye Sung. Apa itu lagu baru ciptaanmu?” Ujarnya dengan
tersenyum manis seraya berjalan ke arah Hye Sung yang duduk terdiam dan
memandangnya dengan terkejut.
Mereka berdua
saling memandang dalam diam, mencoba menenangkan detak jantung masing-masing
yang kian berlomba untuk menjadi yang tercepat. Hye Sung memalingkan wajahnya
ke arah tuts piano saat airmatanya mulai menetes, basah membasahi tuts piano
itu. Airmata yang sepertinya sedang berusaha menyingkirkan semua kenangan indah
yang pernah mereka lalui bersama. Kenangan indah yang pernah membuatnya
berpikir mereka bisa bersama selamanya hingga maut memisahkan.
Kegelapan
ruangan itu tak mampu menyembunyikan airmata Hye Sung dengan baik, karena pada
kenyataannya, dia melihatnya. Seseorang yang berdiri di tengah ruangan yang
sedari tadi hanya mengamatinya dalam diam, dia melihat airmata gadis itu.
“Kau tidak
berubah, Shin Hye Sung. Kau tetap jelek saat menangis,” ujar sosok itu, mencoba
menghiburnya.
“Sudah
kukatakan padamu, bintang itu hanya terlihat indah bila dipandang dari jauh.
Tapi tidak seindah itu saat kita memandangnya dari dekat,” jawab Hye Sung
seraya menghapus airmatanya dengan cepat, mencoba bersikap sinis, walau
terdengar gagal di telinga orang itu.
“Dan aku juga
sudah mengatakan ‘Aku mungkin memang bukan lagi bintang yang bersinar terang di
langit malam. Karena demi kau, bintang itu rela jatuh ke bumi dan kehilangan
semua cahayanya,’ Sekarang kau harus bertanggung jawab karena membuat semua
cahayaku menghilang,” jawabnya pelan dan dalam.
“Apa yang kau
lakukan di sini, JB? Sejak kapan kau berdiri di sana?” Hye Sung mengalihkan
pembicaraan.
“Harusnya aku
yang bertanya apa yang kau lakukan malam-malam sendirian di tempat ini?” JB
memberikan pertanyaan yang sama seraya perlahan berjalan mendekatinya.
“Siapa bilang
kau boleh mendekat?” Hye Sung tampak gugup melihat JB berjalan mendekatinya.
“Dan siapa yang
bilang kau boleh mengaturku? Aku bisa pergi ke manapun yang aku mau,” jawab JB
tak mau kalah.
“Kau datang
untuk mengenang atau mencari sesuatu?” tanyanya lagi dengan gaya menyelidiki.
“Itu bukan
urusanmu,” jawab Hye Sung, mencoba bersikap ketus.
“Kau ingat? Di
tempat inilah aku pertama kalinya mendengar lagu ciptaanmu. Hello To My Self,
aku yang memberinya judul itu. Di mataku, kau bukanlah gadis yang tidak
berbakat. Kau bukanlah itik buruk rupa, sebaliknya, kau adalah angsa yang
menawan. Berlian yang tertutup lumpur dan aku beruntung menjadi orang pertama
yang menemukan dan menyadari semua itu. Menyadari betapa berharganya Shin Hye
Sung,” ujar JB dengan lembut, semakin mendekat. Membuat jantung Hye Sung
berpacu semakin cepat.
“Apa maumu
sebenarnya?” Hye Sung bertanya gugup.
“Aku ingin
mengembalikan sesuatu padamu, sekaligus mengobrol dengan teman lama. Salahkah
itu?” tanya JB dengan seringai nakal di wajahnya.
Dia semakin
mendekat lalu duduk di samping Hye Sung dan berbagi bangku piano itu bersama.
Spontan Hye Sung bergerak menjauh seraya mengatur debaran jantungnya.
“Kau mencari
ini kan?” lanjut JB seraya menyodorkan sepasang sumpit di tangannya pada Hye
Sung yang segera meraihnya dan memeluknya sambil menangis keras.
“Sumpitku...Akhirnya
aku menemukanmu. Terima kasih,” ujar Hye Sung menangis terisak. JB tersenyum
pahit. Hye Sung menangisi sumpitnya yang hilang seolah itu adalah benda pusaka.
Terhadap sepasang sumpit yang dia berikan saja Hye Sung begitu mencintai sumpit
itu, apalagi pada orang yang memberikannya. Benarkan?
“Benar.
Akhirnya aku menemukanmu.” Ujar JB lembut dan tegas namun justru membuat gadis
itu semakin gugup.
“Apa kau begitu
mencintai sumpit itu? Kau bahkan rela menerobos hujan dan mencarinya sendirian
malam-malam begini?” tanya JB lagi penuh selidik.
“Sumpit ini
adalah segalanya bagiku. Dia seperti belahan jiwaku,” jawab Hye Sung lirih
seraya menghapus airmatanya.
“Benarkah? Lalu
bagaimana dengan orang yang memberikan sumpit itu padamu? Apa arti orang itu
bagimu?” lanjutnya, dengan nada penuh tekanan dan menatapnya tajam.
“Dia tidak
berarti apa-apa bagiku. Tidak lagi!” jawabnya gugup seraya memalingkan
wajahnya.
“BOHONG !! KAU
JELAS SEDANG BERBOHONG, SHIN HYE SUNG !!! Apa kau tahu kalau tidak bisa
berbohong? Kau artis yang buruk. Tidak seperti itu yang kau tulis di suratmu.
Aku tahu kau masih mencintaiku, benarkan?” tanya JB dengan penuh percaya diri.
Sampai kapan gadis itu akan menyangkal.
Hye Sung
tercekat. Surat. Dia memandang JB dengan shock di matanya. JB tersenyum menang
lalu mengeluarkan surat itu dari dalam saku mantelnya dan menunjukkannya di
depan Hye Sung.
“Apa arti surat
ini, Shin Hye Sung? Sampai kapan kau terus menyangkal perasaanmu? Perlukah aku
membacanya keras-keras di hadapanmu?” tanya JB, dengan berusaha menyembunyikan
gejolak dalam hatinya. Hye Sung hanya menatapnya dengan airmata menetes pelan.
Tahu bahwa JB pasti sudah membaca isinya.
“Aku menunggu penjelasan
darimu. Apa kau berencana meninggalkan aku sekali lagi dengan hanya
meninggalkan sepucuk surat?” lagi, JB terus mendesak Hye Sung agar memberinya
sebuah alasan yang masuk akal.
To be
continued...
Kelanjutan kisahnya bisa anda baca di : Shooting Star [Dream High 2 Fanfiction - JB GOT7]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar