Benarkah
Peri Salju itu ada? Lalu apakah Peri Salju itu? Apa dia seorang wanita? Ataukah
sebuah benda pusaka yang bisa mengabulkan keinginan orang yang mampu
menemukannya? Lalu dimanakah Peri Salju berada jika dia memang ada? Ji Teng
percaya “Jika bisa menemukan Peri Salju di Malam Natal maka semua keinginannya
akan menjadi kenyataan. Carilah bintang yang paling terang, disanalah Peri
Salju berada...” Bintang yang paling terang? Lalu bintang apakah itu? Polaris? Capella? Sirius
atau apa? Haruskah kita percaya pada dongeng konyol tentang si Peri Salju dan
tentang semua harapan yang menjadi kenyataan? Well, semua itu tergantung sudut
pandang dari masing-masing orang karena kadangkala hidup ini memang membutuhkan
sedikit sentuhan keajaiban. Jadi ijinkan saya membawa Anda menuju keajaiban
cinta bersama Novel “Winter Memories” bersama-sama...
“(Teaser) Winter Memories : Chapter 1”
“Ibuku berkata,
jika kau bisa menemukan Peri Salju di malam Natal, maka semua impianmu akan
menjadi kenyataan. Carllah bintang yang paling terang, di sanalah Peri Salju
berada,”
kenang seorang wanita muda berambut panjang, hitam dan lurus dan mengenakan
mantel berwarna merah seraya berdiri menatap kosong hamparan salju yang ada di
hadapannya.
“Peri
Salju? Aku bukan anak kecil lagi, haruskah aku percaya pada kisah konyol
tentang si Peri Salju dan tentang harapan yang menjadi kenyataan?” tanya wanita
muda itu dalam hatinya.
“Dia
pernah menemukan Peri Salju saat mencariku di tengah hutan di malam hujan salju
turun dengan lebat, tapi Kak Xing Feng tak sengaja telah menginjak dan menghancurkannya.
Harusnya aku tahu jika saat itu semua harapanku dan cintaku juga telah ikut
hancur bersama hancurnya si Peri Salju. Dan sesuatu yang telah hancur tak
mungkin kembali lagi, benarkan?” lanjut wanita itu dalam hatinya dengan airmata
yang menetes pelan.
“Sudahlah.
Tak ada gunanya lagi mengenang masa lalu. Aku kemari karena ingin menemukan Ji
Teng,” wanita muda itu akhirnya memutuskan untuk mengenyahkan semua kenangan
masa lalu dan hanya fokus untuk menemukan Ji Teng yang sekarang menghilang di
tengah hutan.
Dia
memejamkan matanya dengan erat seraya menelungkupkan kedua tangannya mengambil
sikap berdoa, “Tuhan, jika Kau memang ada, jika Kau memang menyayangi semua
umatmu yang dengan rendah hati meminta pertolongan, maukah Kau menolongku
menemukan Ji Teng yang kini tersesat di dalam hutan? Tolong, bantu aku temukan
dia,” doa wanita itu dalam hatinya lalu mulai mengeratkan mantelnya untuk
mengalahkan rasa dingin yang mencekam dan kembali menerobos hutan.
“Ji
Teng, kau di mana? Jawablah aku! Ji Teng, kau bisa mendengarku kan?” suara
wanita itu bergema di seluruh hutan terpantulkan oleh angin malam yang
berhembus kencang. Salju turun semakin lebat, membuat langkahnya semakin berat.
Tapi demi menemukan Ji Teng, wanita itu tak menyerah. Senyuman Ji Teng
membayang dalam hatinya, membuat tekadnya untuk menemukan Ji Teng semakin kuat.
“Benarkah
jika kita bisa menemukan Peri Salju di malam Natal maka semua keinginan kita
akan menjadi kenyataan?” kenang wanita muda itu pada ucapan Ji Teng sebelum dia
menghilang.
“Asalkan
percaya pada keajaiban maka semua impianmu pasti akan menjadi kenyataan,”
jawabnya ketika itu seraya memeluk Ji Teng dengan erat.
“Kalau
begitu aku akan menemukan Peri Salju dan akan kuminta Peri Salju kembali
mempertemukan ibu dan ayahku. Aku tak ingin melihat Ibu menangis lagi, aku
ingin melihat Ibuku tersenyum,” ujar Ji Teng dengan semangat membara dalam
hatinya.
Dan
itulah yang benar-benar dilakukannya, tepat pada saat Malam Natal, di saat
semua teman-temannya sedang berbahagia merayakan Natal bersama, bernyanyi,
makan malam dan saling bertukar kado dengan gembira, Ji Teng menghilang di
tengah gelapnya malam, pergi mencari Peri Salju dan ingin membuktikan kebenaran
sebuah Legenda. Wanita muda itu panik saat menyadari Ji Teng tak ada di sana
bersama mereka. Di luar, hujan salju turun dengan lebat, udara semakin dingin
mencekam dan hamparan salju yang semakin menumpuk membuat langkahnya semakin
berat.
“Aku
harus mencarinya apapun yang terjadi. Ji Teng harus ditemukan dalam keadaan
hidup. Aku tak mau sesuatu yang buruk terjadi padanya,” ujar wanita muda itu
keras kepala.
“Tim
Sar akan mencarinya. Kau tunggulah di sini saja. Di luar sangat dingin, hujan
salju turun dengan lebat. Sangat berbahaya bagi seorang wanita masuk ke dalam
hutan di saat badai salju seperti ini,” larang seorang wanita tua berusia
sekitar enam puluhan yang berpakaian seperti seorang biarawati.
“Tidak,
Ibu Kepala! Ji Teng adalah milikku satu-satunya, aku tak bisa hidup jika aku
kehilangannya. Apapun yang terjadi, aku harus menemukan Ji Teng-ku,” ujar
wanita muda itu bersikeras, lalu segera meraih mantelnya juga sebuah senter dan
berlari ke luar rumah, dengan nekad menerobos dinginnya malam menuju ke arah
hutan tempat Ji Teng menghilang.
Tak
jauh dari sana, sebuah mobil sedan hitam mendadak mogok saat timbunan salju
membuat mesin mobil mereka membeku dan menolak untuk dihidupkan.
“Apa
yang terjadi?” tanya seorang pria muda berparas tampan dengan cemas pada
sopirnya. Dia pria muda di akhir dua puluhan yang memiliki raut wajah yang
tegas, senyum yang memikat, alis tebal, hidung mancung dan gaya rambut gondrong
berwarna coklat yang diikat di tengah, membuatnya terlihat modis dan
berkharisma.
“Timbunan
salju telah membuat mesinnya mati. Badai salju akan semakin lebat, kita tak
bisa melanjutkan perjalanan,” jawab si sopir seraya berusaha menghidupkan
kembali mesin mobilnya namun sia-sia saja.
“Lalu
bagaimana sekarang?” tanya si pria tampan itu cemas.
“Hei,
coba kalian lihat di sana! Bukankah itu sebuah rumah?” tunjuk pria setengah
baya yang duduk di samping si pria tampan seraya menunjuk ke arah sebuah rumah
yang terlihat sangat kecil jika dilihat dari kejauhan.
“Benar.
Sepertinya memang sebuah rumah,” jawab si pria tampan, mengerti arah yang
ditunjuk pria setengah baya di sampingnya.
“Tuan,
bagaimana jika kita singgah sejenak di rumah itu hingga badai saljunya reda?
Berdiam di dalam mobil pun tak ada gunanya. Salju telah membuat mesin mobil
kita membeku dan tak bisa dijalankan,” usul si sopir pada tuannya.
“Baiklah.
Usul yang bagus. Bagaimana menurutmu, Kak?” tanya si pria tampan pada pria
setengah baya itu.
“Aku
setuju. Lebih baik kita menumpang di rumah itu hingga badai saljunya reda,”
jawab si pria setengah baya menyetujui usul si sopir. Dan segera, mereka
bertiga berjalan menerobos badai salju menuju ke rumah tersebut. Ternyata rumah
kecil yang mereka lihat bukanlah sebuah rumah, melainkan sebuah biara yang
menampung anak-anak yatim piatu yang tak punya orang tua dan tempat tinggal.
Pria
muda itu tertegun sejenak saat akan melangkah masuk ke dalam gerbang biara itu.
Dia teringat kenangan masa kecilnya saat dia juga pernah tinggal di panti
asuhan dan merayakan Natal bersama anak-anak yang senasib dengannya.
“Kau
kenapa? Ayo masuk!” tanya pria setengah baya itu saat melihat temannya mendadak
membatu di depan gerbang biara.
“Tidak
apa-apa. Aku hanya teringat kenangan masa kecilku,” jawab si pria muda sambil
tersenyum lemah.
“Apa
tentang gadis itu lagi?” tebak temannya sambil tersenyum mengerti. Si pria muda
hanya tersenyum canggung sambil mengangguk pelan.
“Kami
bertemu dua puluh empat tahun yang lalu di malam hujan bersalju, kenangan masa
kecil yang begitu indah. Sepasang anak kecil yang manis bergandengan tangan
dengan berani menerebos hutan hanya untuk membuktikan kebenaran sebuah
legenda,” jawab si pria muda dengan senyum kesedihan di wajahnya setiap kali
dia mengingat kenangan di mana dia pertama kali bertemu dengan gadis itu.
“Legenda
apa?” tanya pria setengah baya itu, tampak tertarik.
“Peri
Salju,” jawab si pria muda sambil tersenyum sedih.
Tak
lama kemudian mereka sampai di depan pintu, mereka mengetuk pintu itu dan
seorang wanita tua membukakan pintunya dengan raut wajah diliputi kecemasan.
“Apa
kalian Tim Sar yang sedang kami tunggu-tunggu?” tanya wanita tua itu dengan
wajah penuh harap pada mereka bertiga yang hanya bisa saling memandang dengan
heran.
“Tim
Sar?” ulang si pria setengah baya.
“Benar.
Cepatlah cari Ji Teng! Jika tidak, dia akan mati membeku di dalam hutan sana,”
jawab si wanita tua, spontan membuat si pria muda terperanjat.
“Ji
Teng?” ulangnya kaget.
“Benar.
Nama anak yang hilang itu adalah Ji Teng. Dia tersesat di dalam hutan saat akan
mencari Peri Salju. Ibunya sudah ke sana untuk mencarinya, Temukan dia juga!
Dia wanita muda yang malang. Mereka berdua harus segera ditemukan,” pinta Ibu
kepala biara.
“Kenapa
bisa sama? Apa ini kebetulan?” ujar si pria setengah baya seraya menatap pria
muda yang tampak shock di sampingnya.
“Benar. Nama
anak yang hilang itu adalah Ji Teng. Dia tersesat di dalam hutan saat akan
mencari Peri Salju.”
Kembali, kalimat itu terngiang jelas di telinganya.
“Ji
Teng?” gumamnya, memanggil nama itu. Lalu tanpa kata segera berbalik dan
berlari masuk ke dalam hutan.
“Hei,
Ji Teng!” panggil pria setengah baya itu saat melihat pria muda itu berlari ke
dalam hutan.
“Jadi,
kalian akan ikut mencari mereka atau tidak, Tuan? Waktu tidak menunggu orang,”
ujar si wanita tua tampak tak sabar.
“Tapi
kami bukan Tim Sar, Ibu,” ujar pria setengah baya itu menjelaskan.
“Lalu
kalian siapa?” tanya si wanita tua kebingungan.
To
Be Continued...
#Liliana
Tan#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar