Now,
let’s start the teaser with PROLOG. I Love Winter, I Love Snow and I Love
Christmas...Natal bersalju. Musim salju identik dengan Perayaan Natal, sukacita
Natal, damai Natal dan pernik-pernik Natal yang sayangnya tidak bisa saya
nikmati di Negara yang mayoritas muslim seperti Indonesia, itulah sebabnya saya
suka membayangkan bagaimana perayaan Natal bersalju di negara-negara dengan mayoritas
Kristen. Sama seperti “Winter Tears”, Novel “Winter Memories” juga mengambil
tema yang hampir sama yaitu tentang “PERI SALJU”, harapan, impian dan penantian
yang diawali dengan perayaan Natal di sebuah Panti Asuhan yang menjadi awal
pertemuan sepasang anak kecil yang manis, pertemuan awal yang kelak akan
membawa mereka berdua pada takdir yang menyedihkan. Kisah tentang “PERI SALJU”,
antara legenda dan harapan yang hilang, juga berharganya sebuah penantian...
Namun dikemas dengan berbeda.
Jika Yang Xue Jian dalam “Winter Tears” hanya
menganggap “keajaiban” hanyalah mitos semata, maka Chi Xue Tung dalam “Winter
Memories” percaya dengan adanya keajaiban. Itulah yang membedakan antara Xue
Jian dan Xue Tung, dua tokoh utama “Winter” Stories. Sama-sama memiliki nama
yang berarti “Salju (Xue)”, baik Xue Jian maupun Xue Tung juga memiliki
kenangan masa kecil yang indah tentang si “PERI SALJU” juga tentang harapan
yang menjadi kenyataan...
“Winter Memories : Prolog”
“Kita
tak punya masa lalu, juga tak punya masa depan. Menjadi teman adalah
satu-satunya pilihan yang tersisa. Terima kasih untuk semua kenangan indah yang
telah kau berikan,” kenang pria muda itu pada ucapan “kekasihnya” saat akhirnya
mereka memilih untuk berpisah.
这么冷的冬天
Che mo leng te
thung thien
Di tengah musim salju yang begitu dingin...
我走在一个人的街上
Wo chou cai yi khe ren te chie shang
Wo chou cai yi khe ren te chie shang
Aku berjalan seorang diri di jalanan yang sepi
天空飘下了雪
Thien khung piao sia le xue
Thien khung piao sia le xue
Salju perlahan turun dari langit...
而我想起了你
Er wo siang chi le ni
Er wo siang chi le ni
Saat aku mulai memikirkanmu...
就在这个时候眼泪流下来
Ciu cai che khe
she hou yen lei liu sia lai
Saat itulah airmata menetes turun dari mataku
Mereka
bertemu tujuh belas tahun yang lalu di malam hujan bersalju, kenangan masa
kecil yang begitu indah. Sepasang anak kecil yang manis bergandengan tangan
dengan berani menerobos hutan hanya untuk membuktikan kebenaran sebuah legenda.
“Ibuku
berkata, jika kau bisa menemukan Peri Salju di malam Natal, maka semua impianmu
akan menjadi kenyataan. Carllah bintang yang paling terang, disanalah Peri
Salju berada,” ujar si anak laki-laki kepada gadis kecil di sampingnya.
Kenangan masa kecil itu masih melekat jelas dalam otaknya, pertemuan pertama
yang membawa mereka pada takdir yang menyedihkan.
Tujuh
belas tahun kemudian, mereka kembali bertemu secara tak sengaja, kejadian demi
kejadian membuat mereka perlahan jatuh cinta tapi sepertinya takdir sama sekali
tak berpihak pada mereka. Rintangan demi rintangan menghadang, namun cinta
mereka semakin kuat dan tak tergoyahkan, hingga akhirnya sebuah permainan
takdir memaksa mereka tak memiliki pilihan lain selain melompat ke dasar
jurang.
“Jika
seandainya saat itu kita mati, kita takkan menderita seperti ini. Kau takkan
melupakan aku, aku juga takkan terpaksa menikah dengan kakakmu. Sekarang walau
kau sudah ingat semuanya lalu apa gunanya semua itu? Bukankah kau sendiri yang
mengatakan bahwa kita tak punya masa lalu juga tak punya masa depan? Kau yang
meminta aku melupakanmu. Sekarang inilah yang akan kulakukan,” ujar gadis itu
dengan airmata berlinang di pipinya. Pria muda itu menangis dan memohon padanya
untuk memberinya kesempatan kedua, tapi semua sudah terlambat.
“Benarkah
kisah mereka telah berakhir? Ataukah Peri Salju akan membawa mereka kembali
suatu hari nanti? Peri Salju, antara legenda dan harapan yang hilang, juga
berharganya sebuah penantian...
#Liliana
Tan#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar