Sabtu, 21 November 2015

Winter Memories : Prolog

Now, let’s start the teaser with PROLOG. I Love Winter, I Love Snow and I Love Christmas...Natal bersalju. Musim salju identik dengan Perayaan Natal, sukacita Natal, damai Natal dan pernik-pernik Natal yang sayangnya tidak bisa saya nikmati di Negara yang mayoritas muslim seperti Indonesia, itulah sebabnya saya suka membayangkan bagaimana perayaan Natal bersalju di negara-negara dengan mayoritas Kristen. Sama seperti “Winter Tears”, Novel “Winter Memories” juga mengambil tema yang hampir sama yaitu tentang “PERI SALJU”, harapan, impian dan penantian yang diawali dengan perayaan Natal di sebuah Panti Asuhan yang menjadi awal pertemuan sepasang anak kecil yang manis, pertemuan awal yang kelak akan membawa mereka berdua pada takdir yang menyedihkan. Kisah tentang “PERI SALJU”, antara legenda dan harapan yang hilang, juga berharganya sebuah penantian... Namun dikemas dengan berbeda. 

Jika Yang Xue Jian dalam “Winter Tears” hanya menganggap “keajaiban” hanyalah mitos semata, maka Chi Xue Tung dalam “Winter Memories” percaya dengan adanya keajaiban. Itulah yang membedakan antara Xue Jian dan Xue Tung, dua tokoh utama “Winter” Stories. Sama-sama memiliki nama yang berarti “Salju (Xue)”, baik Xue Jian maupun Xue Tung juga memiliki kenangan masa kecil yang indah tentang si “PERI SALJU” juga tentang harapan yang menjadi kenyataan...

“Winter Memories : Prolog”



“Kita tak punya masa lalu, juga tak punya masa depan. Menjadi teman adalah satu-satunya pilihan yang tersisa. Terima kasih untuk semua kenangan indah yang telah kau berikan,” kenang pria muda itu pada ucapan “kekasihnya” saat akhirnya mereka memilih untuk berpisah.

这么冷的冬天
Che mo leng te thung thien
Di tengah musim salju yang begitu dingin...

我走在一个人的街上
Wo chou cai yi khe ren te chie shang
Aku berjalan seorang diri di jalanan yang sepi

天空飘下了雪
Thien khung piao sia le xue
Salju perlahan turun dari langit...

而我想起了你
Er wo siang chi le ni
Saat aku mulai memikirkanmu...

就在这个时候眼泪流下来
Ciu cai che khe she hou yen lei liu sia lai
Saat itulah airmata menetes turun dari mataku

Mereka bertemu tujuh belas tahun yang lalu di malam hujan bersalju, kenangan masa kecil yang begitu indah. Sepasang anak kecil yang manis bergandengan tangan dengan berani menerobos hutan hanya untuk membuktikan kebenaran sebuah legenda.

“Ibuku berkata, jika kau bisa menemukan Peri Salju di malam Natal, maka semua impianmu akan menjadi kenyataan. Carllah bintang yang paling terang, disanalah Peri Salju berada,” ujar si anak laki-laki kepada gadis kecil di sampingnya. Kenangan masa kecil itu masih melekat jelas dalam otaknya, pertemuan pertama yang membawa mereka pada takdir yang menyedihkan.

Tujuh belas tahun kemudian, mereka kembali bertemu secara tak sengaja, kejadian demi kejadian membuat mereka perlahan jatuh cinta tapi sepertinya takdir sama sekali tak berpihak pada mereka. Rintangan demi rintangan menghadang, namun cinta mereka semakin kuat dan tak tergoyahkan, hingga akhirnya sebuah permainan takdir memaksa mereka tak memiliki pilihan lain selain melompat ke dasar jurang.

“Jika seandainya saat itu kita mati, kita takkan menderita seperti ini. Kau takkan melupakan aku, aku juga takkan terpaksa menikah dengan kakakmu. Sekarang walau kau sudah ingat semuanya lalu apa gunanya semua itu? Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa kita tak punya masa lalu juga tak punya masa depan? Kau yang meminta aku melupakanmu. Sekarang inilah yang akan kulakukan,” ujar gadis itu dengan airmata berlinang di pipinya. Pria muda itu menangis dan memohon padanya untuk memberinya kesempatan kedua, tapi semua sudah terlambat.

“Benarkah kisah mereka telah berakhir? Ataukah Peri Salju akan membawa mereka kembali suatu hari nanti? Peri Salju, antara legenda dan harapan yang hilang, juga berharganya sebuah penantian...

#Liliana Tan#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar