Dilupakan oleh
orang yang kita cintai adalah sesuatu yang paling menyakitkan di dunia ini.
Tapi manakah yang lebih menyakitkan, benar-benar dilupakan ataukah berpura-pura
dilupakan? Antara cinta dan hubungan persaudaraan, manakah yang lebih penting? Ji
Teng ingat betul bagaimana dia sangat mencintai Chi Xue Tung, tapi dengan kejam
dan tanpa perasaan dia justru meminta gadis itu melupakannya dan kembali ke
sisi kakaknya Chi Xing Feng. Pantaskah Ji Teng berbuat seperti ini,
mencampakkan wanita yang dicintainya demi kebahagiaan kakak kandungnya walau
sebenarnya kakak kandungnya sendiri tak pernah memikirkan kebahagiannya? Walau
Chi Xing Feng tahu bahwa Ji Teng adalah adik kandungnya yang telah lama hilang,
dia tetap dengan egois berusaha memisahkan Ji Teng dan Xue Tung dengan
mengarang sebuah kebohongan keji bahwa Ji Teng sudah meninggal. Lalu pantaskah
demi Xing Feng yang egois, Ji Teng melepaskan Xue Tung begitu saja dan
membiarkannya menderita seorang diri bersama bayi dalam kandungannya. Jika saat
ini mereka bertemu kembali, pantaskah Xue Tung memberikan maaf padanya dan juga
kesempatan kedua seperti yang Ji Teng inginkan? Pantaskah Ji Teng meminta
pengakuan atas anak mereka? Anak yang bahkan sebelumnya tidak pernah dia
ketahui keberadaannya? Bagaimana dengan Anda jika Anda adalah Chi Xue Tung? Apa
yang akan Xue Tung lakukan jika takdir ternyata membuat mereka bertemu
kembali setelah bertahun-tahun lamanya? You will know if you read this
stories...
“Winter
Memories : Chapter 3 (Teaser)”
“Hanya satu
pertanyaanku, kenapa kau memberinya nama sama seperti namaku? Apa dia adalah
putraku?” tanya pria muda itu tanpa basa basi dan langsung tepat pada sasaran.
Wanita muda itu hanya terdiam, lalu segera menggendong Ji Teng dan membawanya
pergi dari sana.
“Ke mana lagi
kau ingin lari? Tidakkah kau bosan terus berlari? Kembalilah, Chi Xue Tung! Aku
Ji Teng, sangat merindukanmu,” pinta pria muda dengan mata berkaca-kaca dan
suara bergetar.
Xue Tung masih
menutup mulutnya rapat-rapat, dia berdiri membelakangi Ji Teng sambil
menggendong Ji Teng kecil dalam pelukannya. Kenangan lima tahun yang lalu masih
teringat jelas dalam ingatannya. Bagaimana Ji Teng melupakannya, bagaimana Ji
Teng menolaknya, bagaimana Ji Teng yang walaupun akhirnya bisa mengingat
semuanya tetap memintanya untuk berada di sisi Chi Xing Feng dan melupakan
cinta mereka, apalagi setelah Xue Tung menyerahkan dirinya untuk yang kesekian
kalinya pada Ji Teng, kekasihnya masih tetap memintanya untuk kembali ke sisi
“suami” yang telah membohonginya dan menikahinya dengan paksa, Chi Xing Feng.
Walau Chi Xing
Feng telah meninggal, walau dia sudah memaafkannya, tapi fakta bahwa Chi Xing
Feng telah membohonginya dengan mengatakan bahwa Ji Teng telah meninggal saat
mereka jatuh ke dasar jurang, tak bisa semudah itu dilupakan.
Xue Tung
teringat hari di mana dia terbangun dari komanya, semua hal di sekitarnya
mendadak menjadi gelap. Walau tidak kehilangan nyawanya, Xue Tung telah
kehilangan penglihatannya. Bukan hanya penglihatannya, tapi juga seluruh
hidupnya. Bayi dalam rahimnya juga turut mati bersama dengan Ji Teng-nya.
Benar. Chi Xing Feng dengan kejam mengatakan sebuah kebohongan yang
memporakporandakan hidup Xue Tung selamanya.
Dengan licik,
Chi Xing Feng mengatakan jika Ji Teng telah meninggal dan dia juga telah
kehilangan bayi dalam kandungannya. Dunia Xue Tung serasa runtuh. Dia menolak
operasi, dia memilih hidup dalam kegelapan selama dua tahun lamanya. Xue Tung
berpikir, untuk apa dia bisa melihat bila orang yang ingin dilihatnya tak ada
lagi di dunia ini.
Tapi tak lama
kemudian, sebuah telepon salah sambung telah menghubungkan Xue Tung dengan
seorang pria yang memiliki suara mirip dengan Ji Teng. Dialah yang membujuk Xue
Tung untuk mengoperasi matanya dan memberinya harapan baru dalam hidupnya.
Dan kenyataan
lain segera menghampiri Xue Tung saat dia menyadari jika pria bernama Reno,
yang selama ini berteman dengannya lewat telepon dan selalu memberinya semangat
ternyata adalah Ji Teng sendiri, orang yang selama ini dia kira telah
meninggal.
Betapa bencinya
Xue Tung pada Xing Feng saat mengetahui kenyataan jika ternyata Ji Teng masih
hidup dan kehilangan ingatannya, dan Xing Feng sengaja memanfaatkan kesempatan
ini untuk menjauhkan mereka berdua.
Tapi Xue Tung
tak menyerah, dia berusaha mengembalikan ingatan Ji Teng tentangnya juga
tentang cinta mereka walaupun untuk itu dia harus melalui berbagai macam
penolakan yang menyakitkan.
“Apa yang ingin
kau tahu?” tanya Xue Tung dingin tanpa berbalik.
“Malam itu... Apa
semuanya terjadi malam itu? Apa aku telah membuatmu hamil malam itu?” tanya Ji
Teng dengan canggung. Tapi dia harus mengkonfirmasi kebenarannya.
“Apa karena
alasan ini kau mendadak menghilang dari hidupku? Aku menerima usulmu untuk
berteman. Asalkan aku masih bisa melihatmu setiap hari, walaupun aku harus
menahan rindu padamu setiap hari, aku tetap mencoba bertahan. Tapi mendadak kau
menghilang tanpa jejak. Katakan padaku apa alasannya?” Ji Teng menuntut
jawaban.
Xue Tung masih
terdiam, kenangan malam itu kembali muncul dalam otaknya. Benar, Semuanya
memang terjadi malam itu. Malam di mana Ji Teng mendapatkan kembali ingatannya.
Setelah Xue
Tung memberikan buku hariannya dan memaksa Ji Teng membacanya, Ji Teng pun
kembali menelusuri semua tempat di mana mereka pernah mendatanginya bersama. Ji
Teng ingat bagaimana mereka melarikan diri bersama, bagaimana mereka pernah
menikah di sebuah gereja kecil dan meminta seorang penjaga gereja untuk menjadi
saksi mereka, bagaimana mereka menghabiskan malam pertama bersama, bagaimana dia
tahu tentang kehamilan Xue Tung. Akhirnya dia ingat semuanya.
Airmata
mengalir di pipinya, hatinya kembali merasakan cinta yang selama ini hilang.
Saat itulah tanpa sengaja, Xue Tung muncul di hadapannya. Di sebuah rumah
kontrakan kecil tempat di mana mereka pernah tinggal bersama dan merasakan
kebahagiaan selama beberapa saat. Tempat dia mengetahui tentang kehamilan Xue
Tung dan perasaan bahagia saat akan menjadi seorang ayah.
“Xue Tung...”
ujar Ji Teng kaget saat tiba-tiba Xue Tung muncul di depan pintu.
“Ji Teng, apa
kau sudah ingat aku?” tanya Xue Tung sambil menangis.
“Xue Tung,
maafkan aku! Aku tidak seharusnya melupakanmu,” ujar Ji Teng penuh penyesalan,
airmata masih menggenang di sudut matanya. Xue Tung segera berlari memeluk Ji
Teng dengan erat. Mereka berpelukan erat selama beberapa saat. Ji Teng
mengucapkan kata “maaf” berulang-ulang seraya mendekap erat Xue Tung dalam
pelukannya. Hingga sebuah ingatan lain menghampirinya.
“Di mana anak
kita?” tanya Ji Teng seraya melepaskan pelukannya dan menatap Xue Tung penuh
tanya. Xue Tung menangis mengingat bayinya yang meninggal saat mereka melompat
ke dasar jurang. Dia berjalan ke arah sofa dan duduk di sana dengan airmata
mengalir semakin deras.
To Be
Continued...
#Liliana Tan#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar