Christmas...All
I want for Christmas is You. Mungkin itu sangat cocok menggambarkan suasana
hati sang pemeran utama novel ini, Yang Xue Jian, si gadis salju yang dingin
dan kesepian. Dia kehilangan semua kebahagiaannya di Hari Natal, saat sebuah
kecelakaan tragis merenggut nyawa Ibunya. Mampukah Xue Jian bertahan hidup
seorang diri di tengah dinginnya salju dan rasa sepi yang mengelilinginya saat
ini? Hari Natal...Bukankah seharusnya hari yang penuh dengan sukacita?
“(Teaser) Winter Tears : Chapter 1”
Chapter
1 :
“Hari Natal. Bukankah seharusnya hari yang penuh dengan sukacita?
Saat airmata berubah menjadi tetesan darah, saat salju yang putih perlahan
menjadi merah, Xue Jian tahu bahwa hidupnya yang keras akan dimulai saat itu
juga.”
@@@@@@@
Semuanya berawal dari sini, 25 Desember
empat belas tahun yang lalu...Dinginnya salju, hangatnya cinta. Saat salju yang
dingin menjadi saksi jatuhnya airmata.
Bunyi lonceng kebahagiaan menggema di seluruh
pelosok Shanghai, bahkan dunia. Hari ini, 25 Desember, Natal telah tiba. Warga Shanghai yang ikut merayakan sukacita Natal ini sudah sejak pagi mengikuti misa di Gereja. Tetapi walau begitu, mereka yang tidak ikut merayakan pun tetap ikut larut dalam perayaan sukacita ini, sekedar untuk berbagi kebahagiaan dan ucapan selamat untuk kerabat dan teman-teman mereka yang merayakan. Bukan hanya ucapan selamat, tapi pelukan dan ciuman dari sanak
saudara, orang tua, kekasih, teman atau sahabat juga ikut mewarnai hari ini. Semua
tersenyum. Semua merasakan kebahagiaan dan keceriaan. Semua orang…Kecuali
mereka.
“Pergi kau! Kami tak sudi menerima kau dan
anakmu di rumah ini!” ujar seorang wanita yang kira-kira berusia diawal tiga
puluhan, berambut ikal merah dan bermata sipit dengan kasar dan kejam, wanita
itu menyuruh pelayannya melempar seorang wanita muda dan anak perempuannya ke
jalanan di malam hujan salju yang dingin mencekam, mereka berdua berikut
barang-barangnya. Di samping wanita berambut merah itu, seorang pria berperawakan
sedang, berdiri dan hanya memandang tak peduli.
“Ibu...” tangis anak perempuan berusia
empat tahun yang berkuncir kuda dan berpita merah sambil memeluk ibunya
ketakutan. Wanita yang dipanggilnya Ibu itu langsung memeluk putri kecilnya
erat seraya memunguti barang-barang mereka yang berserakan di tengah hamparan
salju yang terus turun dari langit.
“Jangan sampai kami melihat kalian muncul
di rumah ini lagi!” seru wanita berambut merah itu sebelum menutup pintu rumah
itu dan membantingnya dengan keras seraya memeluk mesra lengan seorang pria
yang sedari tadi hanya terdiam melihat. Wanita muda itu perlahan berdiri sambil
menggandeng tangan mungil gadis kecilnya seraya menahan tangisnya.
“Ibu, kita akan ke mana? Dingin sekali,”
rengek si gadis kecil.
“Ibu tidak tahu, sayang,” jawab wanita
muda itu dengan bingung sambil tetap menggandeng tangan putri kecilnya
sementara tangannya yang lain menyeret koper mereka. Dan itulah akhir dari
mimpi indah wanita muda itu dan putrinya.
Suami yang begitu dicintainya diam-diam
berselingkuh dengan wanita lain di belakangnya selama lima tahun lamanya. Dan
parahnya saat dia memergoki mereka berdua sedang tidur bersama, bukannya merasa
bersalah, suaminya malah memintanya menandatangani surat cerai dan lebih
memilih bersama wanita simpanannya, yang ternyata dari hasil perselingkuhan itu,
mereka sudah memiliki seorang anak perempuan berusia empat tahun, sebaya dengan
putrinya sendiri.
Wanita simpanan itu adalah seorang janda
yang sudah memiliki dua anak laki-laki dari pernikahan sebelumnya, entah apa
yang membuat suaminya tergila-gila padanya dan lebih memilih wanita itu
daripada dia, istri sahnya dan anak mereka yang masih berusia empat tahun.
Bukan hanya itu, hanya selang sehari setelah perceraian itu, wanita simpanan
brengsek itu segera mengusir dia dan putrinya ke jalanan.
“Akulah yang seharusnya mengusir wanita
itu dan anak-anaknya dari rumahku. Itu rumahku. Rumah yang sudah dirampasnya
dariku. Dan dia juga sudah merampas suamiku. Tuhan, apa salahku sehingga harus
mengalami ini semua?” batin wanita muda itu dengan perih sambil tetap
menggandeng tangan putri mungilnya yang mulai menggigil kedinginan di tengah
hujan salju yang dingin mencekam.
“Selamat Natal. Semoga kasih Natal bersama
kita semua,” seru beberapa orang yang lewat di sekitar mereka saat Ibu dan anak
itu berjalan di wilayah Nanjing Road, Shanghai.
Pemandangan kota
Shanghai di malam hari terlihat sangat indah. gedung-gedung dihiasi oleh lampu
berwarna-warni yang menyala terang, bahkan ada gedung pencakar langit yang
dipasangi layar-layar LED berukuran besar untuk menampilkan berbagai macam
iklan menarik, layaknya layar raksasa.
Kapal yang berlayar pun dihiasi oleh lampu berwarna-warni dan dari atas kapal itu, semua orang bisa melihat pemandangan dua sisi kota Shanghai, kota lama dan kota baru. Di malam hari, kota lama Shanghai, yaitu area Puxi yang terletak di sebelah barat Sungai tidak kalah menarik dibandingkan dengan kota barunya, yaitu Wilayah Pudong, yang terletak di sebelah timur.
Menara TV Shanghai yang merupakan icok kota Shanghai juga terlihat sangat cantik di malam hari. Pemerintah China, khususnya pemerintah kota Shanghai benar-benar bisa memanfaatkan aset alam berupa sungai dan aset buatan manusia yaitu gedung-gedung pencakar langit secara maksimal, untuk dijadikan pertunjukan wisata.
Malam itu jam dinding di tengah kota sudah menunjukkan pukul sebelas malam lwat dua puluh menit, tetapi hal tersebut tidak terasa karena masih banyak kerumunan manusia berlalu-lalang di sekitar wilayah Nanjing Road, Shanghai. Di tengah kerumunan manusia tersebut tampak seorang wanita muda dan putrinya yang masih kecil berjalan dengan lesu di sepanjang jalan Nanjing Road yang ramai sesak oleh manusia.
Malam ini adalah malam Natal, semua orang tumpah ruah ke jalanan Shanghai untuk merayakan sukacita Natal di jalan-jalan. Sekeliling jalan itu dihias dengan sangat indah, mayoritas penuh dengan warna merah dan emas. Senyum sukacita tergambar di wajah orang=orang itu saat mereka mendengar suara lonceng Natal bergema. Mereka saling berpelukan dan memberikan hadiah Natal kepada orang-orang di samping mereka. Semenatra wanita muda itu hanya tersenyum miris mendengarnya.
“Hari Natal. Bukankah seharusnya hari ini adalah hari yang penuh dengan sukacita? Aku sudah lupa berapa lama aku tidak merayakan Natal bersamanya. Entah berapa lama cintanya padaku sudah menghilang dan digantikan oleh wanita itu. Hari di mana semua orang merayakannya dengan orang terkasih mereka adalah hari di mana kebahagiaanku sudah dirampas dengan kejam. Aku tidak akan pernah melupakan hari ini,” batin wanita itu dengan sakit di hatinya.
Kapal yang berlayar pun dihiasi oleh lampu berwarna-warni dan dari atas kapal itu, semua orang bisa melihat pemandangan dua sisi kota Shanghai, kota lama dan kota baru. Di malam hari, kota lama Shanghai, yaitu area Puxi yang terletak di sebelah barat Sungai tidak kalah menarik dibandingkan dengan kota barunya, yaitu Wilayah Pudong, yang terletak di sebelah timur.
Menara TV Shanghai yang merupakan icok kota Shanghai juga terlihat sangat cantik di malam hari. Pemerintah China, khususnya pemerintah kota Shanghai benar-benar bisa memanfaatkan aset alam berupa sungai dan aset buatan manusia yaitu gedung-gedung pencakar langit secara maksimal, untuk dijadikan pertunjukan wisata.
Malam itu jam dinding di tengah kota sudah menunjukkan pukul sebelas malam lwat dua puluh menit, tetapi hal tersebut tidak terasa karena masih banyak kerumunan manusia berlalu-lalang di sekitar wilayah Nanjing Road, Shanghai. Di tengah kerumunan manusia tersebut tampak seorang wanita muda dan putrinya yang masih kecil berjalan dengan lesu di sepanjang jalan Nanjing Road yang ramai sesak oleh manusia.
Malam ini adalah malam Natal, semua orang tumpah ruah ke jalanan Shanghai untuk merayakan sukacita Natal di jalan-jalan. Sekeliling jalan itu dihias dengan sangat indah, mayoritas penuh dengan warna merah dan emas. Senyum sukacita tergambar di wajah orang=orang itu saat mereka mendengar suara lonceng Natal bergema. Mereka saling berpelukan dan memberikan hadiah Natal kepada orang-orang di samping mereka. Semenatra wanita muda itu hanya tersenyum miris mendengarnya.
“Hari Natal. Bukankah seharusnya hari ini adalah hari yang penuh dengan sukacita? Aku sudah lupa berapa lama aku tidak merayakan Natal bersamanya. Entah berapa lama cintanya padaku sudah menghilang dan digantikan oleh wanita itu. Hari di mana semua orang merayakannya dengan orang terkasih mereka adalah hari di mana kebahagiaanku sudah dirampas dengan kejam. Aku tidak akan pernah melupakan hari ini,” batin wanita itu dengan sakit di hatinya.
“Xue Jian, kau dengar baik-baik. Hari ini
ayahmu sudah mencampakkan kita, kelak apa pun yang terjadi kau tidak boleh
kembali padanya. Kau mengerti sayang? Mulai hari ini kau anggap ayahmu sudah
mati, kau tak punya ayah lagi. Namamu sekarang bukanlah Li Xue Jian melainkan YANG
XUE JIAN! Dan kau juga harus ingat satu hal, di dunia ini tak ada cinta sejati.
JANGAN PERNAH MENCINTAI SESEORANG karena pada akhirnya orang itu hanya akan menyakitimu.
CINTA ITU TAK ADA! Di dunia ini tak ada yang namanya cinta,” wanita muda itu
berlutut seraya menasehati putri kecilnya.
Gadis kecil itu hanya menangis melihat
ibunya menangis, walau masih tak mengerti artinya, dia hanya bisa mengangguk
pelan. Wanita muda itu menangis pelan sambil memeluk putri kecilnya, mulai hari
ini mereka akan menghadapi kehidupan yang keras tanpa cinta.
Hari Natal itu adalah hari di mana mereka
berdua diusir keluar dari rumah mereka dan enam tahun kemudian di tanggal yang
sama, di malam di mana hujan salju juga turun dengan lebat, wanita muda itu
menghembuskan napasnya yang terakhir setelah sebuah mobil sedan hitam
menabraknya dan melarikan diri begitu saja.
Xue Jian tak pernah lupa hari itu, demi
untuk membelikan hadiah Natal untuknya, ibunya rela bekerja keras hingga malam
agar bisa memberikannya sebuah boneka beruang yang cantik.
Tepat saat malam Natal, saat Ibu dan anak
itu berjalan dengan penuh sukacita sambil bergandengan tangan menuju sebuah
toko mainan yang terletak di seberang jalan, sebuah mobil sedan hitam bergerak ke
arah mereka dengan kecepatan penuh. Tak ingin putrinya celaka, sang Ibu
mendorong putrinya ke tepi jalan dan membiarkan dirinya tertabrak.
“Ibu...”
Xue Jian kecil hanya bisa menangis pilu saat melihat mobil hitam itu menabrak
ibunya dan pergi begitu saja. Xue Jian kecil yang malang, usianya baru sepuluh
tahun ketika dia harus melihat ibunya meninggal tepat di depan matanya saat
mobil itu menabrak ibunya dan membuatnya meninggal seketika. Xue Jian kecil
hanya bisa menangis pasrah, dia tahu sejak itu hidupnya yang kelam akan segera
dimulai.
“Aku
tak ingin apa pun. Aku tak mau hadiah Natal apa pun. Tuhan, jika Kau memang
ada, tolong kembalikan Ibuku padaku. Aku janji akan jadi anak yang baik. Xue
Jian akan jadi anak yang baik. Ibu...Ibu...bangunlah! Jangan tinggalkan Xue
Jian sendiri!” raungnya sedih seraya memeluk tubuh ibunya yang bergelimang
darah, airmata mengalir deras di pipinya yang seputih salju, jatuh mengenai
timbunan salju yang ada di bawah kakinya.
Saat airmata berubah menjadi tetesan
darah, saat salju yang putih perlahan menjadi merah, Xue Jian tahu bahwa
hidupnya yang keras akan dimulai saat itu juga. Tak lama setelah itu, pemilik
apartment tempat dia tinggal membawa Xue Jian ke sebuah panti asuhan. Di
sanalah Xue Jian tinggal selama beberapa waktu sebelum akhirnya Panti Asuhan
itupun terbakar, lagi-lagi tepat di Hari Natal.
To be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar