Rabu, 05 Agustus 2015

(Teaser) Winter Tears : Chapter 1

Christmas...All I want for Christmas is You. Mungkin itu sangat cocok menggambarkan suasana hati sang pemeran utama novel ini, Yang Xue Jian, si gadis salju yang dingin dan kesepian. Dia kehilangan semua kebahagiaannya di Hari Natal, saat sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawa Ibunya. Mampukah Xue Jian bertahan hidup seorang diri di tengah dinginnya salju dan rasa sepi yang mengelilinginya saat ini? Hari Natal...Bukankah seharusnya hari yang penuh dengan sukacita?

“(Teaser) Winter Tears : Chapter 1”


Chapter 1 :

“Hari Natal. Bukankah seharusnya hari yang penuh dengan sukacita? Saat airmata berubah menjadi tetesan darah, saat salju yang putih perlahan menjadi merah, Xue Jian tahu bahwa hidupnya yang keras akan dimulai saat itu juga.”

@@@@@@@

Semuanya berawal dari sini, 25 Desember empat belas tahun yang lalu...Dinginnya salju, hangatnya cinta. Saat salju yang dingin menjadi saksi jatuhnya airmata.

Bunyi lonceng kebahagiaan menggema di seluruh pelosok Shanghai, bahkan dunia. Hari ini, 25 Desember, Natal telah tiba. Warga Shanghai yang ikut merayakan sukacita Natal ini sudah sejak pagi mengikuti misa di Gereja. Tetapi walau begitu, mereka yang tidak ikut merayakan pun tetap ikut larut dalam perayaan sukacita ini, sekedar untuk berbagi kebahagiaan dan ucapan selamat untuk kerabat dan teman-teman mereka yang merayakan. Bukan hanya ucapan selamat, tapi pelukan dan ciuman dari sanak saudara, orang tua, kekasih, teman atau sahabat juga ikut mewarnai hari ini. Semua tersenyum. Semua merasakan kebahagiaan dan keceriaan. Semua orang…Kecuali mereka.

“Pergi kau! Kami tak sudi menerima kau dan anakmu di rumah ini!” ujar seorang wanita yang kira-kira berusia diawal tiga puluhan, berambut ikal merah dan bermata sipit dengan kasar dan kejam, wanita itu menyuruh pelayannya melempar seorang wanita muda dan anak perempuannya ke jalanan di malam hujan salju yang dingin mencekam, mereka berdua berikut barang-barangnya. Di samping wanita berambut merah itu, seorang pria berperawakan sedang, berdiri dan hanya memandang tak peduli.

“Ibu...” tangis anak perempuan berusia empat tahun yang berkuncir kuda dan berpita merah sambil memeluk ibunya ketakutan. Wanita yang dipanggilnya Ibu itu langsung memeluk putri kecilnya erat seraya memunguti barang-barang mereka yang berserakan di tengah hamparan salju yang terus turun dari langit.

“Jangan sampai kami melihat kalian muncul di rumah ini lagi!” seru wanita berambut merah itu sebelum menutup pintu rumah itu dan membantingnya dengan keras seraya memeluk mesra lengan seorang pria yang sedari tadi hanya terdiam melihat. Wanita muda itu perlahan berdiri sambil menggandeng tangan mungil gadis kecilnya seraya menahan tangisnya.

“Ibu, kita akan ke mana? Dingin sekali,” rengek si gadis kecil.
“Ibu tidak tahu, sayang,” jawab wanita muda itu dengan bingung sambil tetap menggandeng tangan putri kecilnya sementara tangannya yang lain menyeret koper mereka. Dan itulah akhir dari mimpi indah wanita muda itu dan putrinya.

Suami yang begitu dicintainya diam-diam berselingkuh dengan wanita lain di belakangnya selama lima tahun lamanya. Dan parahnya saat dia memergoki mereka berdua sedang tidur bersama, bukannya merasa bersalah, suaminya malah memintanya menandatangani surat cerai dan lebih memilih bersama wanita simpanannya, yang ternyata dari hasil perselingkuhan itu, mereka sudah memiliki seorang anak perempuan berusia empat tahun, sebaya dengan putrinya sendiri.

Wanita simpanan itu adalah seorang janda yang sudah memiliki dua anak laki-laki dari pernikahan sebelumnya, entah apa yang membuat suaminya tergila-gila padanya dan lebih memilih wanita itu daripada dia, istri sahnya dan anak mereka yang masih berusia empat tahun. Bukan hanya itu, hanya selang sehari setelah perceraian itu, wanita simpanan brengsek itu segera mengusir dia dan putrinya ke jalanan.

“Akulah yang seharusnya mengusir wanita itu dan anak-anaknya dari rumahku. Itu rumahku. Rumah yang sudah dirampasnya dariku. Dan dia juga sudah merampas suamiku. Tuhan, apa salahku sehingga harus mengalami ini semua?” batin wanita muda itu dengan perih sambil tetap menggandeng tangan putri mungilnya yang mulai menggigil kedinginan di tengah hujan salju yang dingin mencekam.

“Selamat Natal. Semoga kasih Natal bersama kita semua,” seru beberapa orang yang lewat di sekitar mereka saat Ibu dan anak itu berjalan di wilayah Nanjing Road, Shanghai.

Pemandangan kota Shanghai di malam hari terlihat sangat indah. gedung-gedung dihiasi oleh lampu berwarna-warni yang menyala terang, bahkan ada gedung pencakar langit yang dipasangi layar-layar LED berukuran besar untuk menampilkan berbagai macam iklan menarik, layaknya layar raksasa.

Kapal yang berlayar pun dihiasi oleh lampu berwarna-warni dan dari atas kapal itu, semua orang bisa melihat pemandangan dua sisi kota Shanghai, kota lama dan kota baru. Di malam hari, kota lama Shanghai, yaitu area Puxi yang terletak di sebelah barat Sungai tidak kalah menarik dibandingkan dengan kota barunya, yaitu Wilayah Pudong, yang terletak di sebelah timur. 

Menara TV Shanghai yang merupakan icok kota Shanghai juga terlihat sangat cantik di malam hari. Pemerintah China, khususnya pemerintah kota Shanghai benar-benar bisa memanfaatkan aset alam berupa sungai dan aset buatan manusia yaitu gedung-gedung pencakar langit secara maksimal, untuk dijadikan pertunjukan wisata.

Malam itu jam dinding di tengah kota sudah menunjukkan pukul sebelas malam lwat dua puluh menit, tetapi hal tersebut tidak terasa karena masih banyak kerumunan manusia berlalu-lalang di sekitar wilayah Nanjing Road, Shanghai. Di tengah kerumunan manusia tersebut tampak seorang wanita muda dan putrinya yang masih kecil berjalan dengan lesu di sepanjang jalan Nanjing Road yang ramai sesak oleh manusia.

Malam ini adalah malam Natal, semua orang tumpah ruah ke jalanan Shanghai untuk merayakan sukacita Natal di jalan-jalan. Sekeliling jalan itu dihias dengan sangat indah, mayoritas penuh dengan warna merah dan emas. Senyum sukacita tergambar di wajah orang=orang itu saat mereka mendengar suara lonceng Natal bergema. Mereka saling berpelukan dan memberikan hadiah Natal kepada orang-orang di samping mereka. Semenatra wanita muda itu hanya tersenyum miris mendengarnya.

“Hari Natal. Bukankah seharusnya hari ini adalah hari yang penuh dengan sukacita? Aku sudah lupa berapa lama aku tidak merayakan Natal bersamanya. Entah berapa lama cintanya padaku sudah menghilang dan digantikan oleh wanita itu. Hari di mana semua orang merayakannya dengan orang terkasih mereka adalah hari di mana kebahagiaanku sudah dirampas dengan kejam. Aku tidak akan pernah melupakan hari ini,” batin wanita itu dengan sakit di hatinya.

“Xue Jian, kau dengar baik-baik. Hari ini ayahmu sudah mencampakkan kita, kelak apa pun yang terjadi kau tidak boleh kembali padanya. Kau mengerti sayang? Mulai hari ini kau anggap ayahmu sudah mati, kau tak punya ayah lagi. Namamu sekarang bukanlah Li Xue Jian melainkan YANG XUE JIAN! Dan kau juga harus ingat satu hal, di dunia ini tak ada cinta sejati. JANGAN PERNAH MENCINTAI SESEORANG karena pada akhirnya orang itu hanya akan menyakitimu. CINTA ITU TAK ADA! Di dunia ini tak ada yang namanya cinta,” wanita muda itu berlutut seraya menasehati putri kecilnya.

Gadis kecil itu hanya menangis melihat ibunya menangis, walau masih tak mengerti artinya, dia hanya bisa mengangguk pelan. Wanita muda itu menangis pelan sambil memeluk putri kecilnya, mulai hari ini mereka akan menghadapi kehidupan yang keras tanpa cinta.

Hari Natal itu adalah hari di mana mereka berdua diusir keluar dari rumah mereka dan enam tahun kemudian di tanggal yang sama, di malam di mana hujan salju juga turun dengan lebat, wanita muda itu menghembuskan napasnya yang terakhir setelah sebuah mobil sedan hitam menabraknya dan melarikan diri begitu saja.

Xue Jian tak pernah lupa hari itu, demi untuk membelikan hadiah Natal untuknya, ibunya rela bekerja keras hingga malam agar bisa memberikannya sebuah boneka beruang yang cantik.

Tepat saat malam Natal, saat Ibu dan anak itu berjalan dengan penuh sukacita sambil bergandengan tangan menuju sebuah toko mainan yang terletak di seberang jalan, sebuah mobil sedan hitam bergerak ke arah mereka dengan kecepatan penuh. Tak ingin putrinya celaka, sang Ibu mendorong putrinya ke tepi jalan dan membiarkan dirinya tertabrak.

“Ibu...” Xue Jian kecil hanya bisa menangis pilu saat melihat mobil hitam itu menabrak ibunya dan pergi begitu saja. Xue Jian kecil yang malang, usianya baru sepuluh tahun ketika dia harus melihat ibunya meninggal tepat di depan matanya saat mobil itu menabrak ibunya dan membuatnya meninggal seketika. Xue Jian kecil hanya bisa menangis pasrah, dia tahu sejak itu hidupnya yang kelam akan segera dimulai.

“Aku tak ingin apa pun. Aku tak mau hadiah Natal apa pun. Tuhan, jika Kau memang ada, tolong kembalikan Ibuku padaku. Aku janji akan jadi anak yang baik. Xue Jian akan jadi anak yang baik. Ibu...Ibu...bangunlah! Jangan tinggalkan Xue Jian sendiri!” raungnya sedih seraya memeluk tubuh ibunya yang bergelimang darah, airmata mengalir deras di pipinya yang seputih salju, jatuh mengenai timbunan salju yang ada di bawah kakinya.

Saat airmata berubah menjadi tetesan darah, saat salju yang putih perlahan menjadi merah, Xue Jian tahu bahwa hidupnya yang keras akan dimulai saat itu juga. Tak lama setelah itu, pemilik apartment tempat dia tinggal membawa Xue Jian ke sebuah panti asuhan. Di sanalah Xue Jian tinggal selama beberapa waktu sebelum akhirnya Panti Asuhan itupun terbakar, lagi-lagi tepat di Hari Natal.

To be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar