Jumat, 25 Desember 2015

Winter Wish : Chapter 2 (Snow Angel Fanfiction Special Christmas)

Author : Liliana Tan

Starring :
TORO Energy as Ji Teng / TORO
Margaret Wang as Chi Xue Tung / Snow Lotus (Xue Lian)
Shu Wei Energy as himself
Niu Nai Energy as Himself
Ah Di Energy as Himself
Kunda Energy as Himself
Johny Yen as Chi Xing Feng
Cheryl Yang as Elaine

NB : SPECIAL CHRISTMAS.

“Winter Wish : Chapter 2 (Snow Angel Fanfiction Special Christmas)”





“Bagus anak-anak, rekaman sudah selesai. Mulai besok kita akan mulai dengan syuting MV. Jangan terlambat ya,” ujar pria setengah baya pada sekumpulan pemuda di hadapannya.

“Sudah selesai. Saatnya pulang,” ujar seorang pria berwajah manis dengan rambut hitam lurus dan sedikit gondrong dengan senang seraya mengemasi barang-barangnya dan memakai mantelnya.

“Hei, Shu Wei, mau ke mana kau? Kenapa buru-buru sekali?” tanya temannya yang berambut hitam berombak sebahu dengan tatapan mata curiga.

“Memang kenapa? Kau ada perlu denganku?” pria muda yang dipanggil Shu Wei balik bertanya.
“Tidak. Hanya saja akhir-akhir ini kau sangat aneh. Kau jarang berkumpul bersama kami lagi, kau selalu termenung di sudut sambil tersenyum sendiri seraya memandang layar ponselmu, dan setiap hari kau selalu pulang lebih cepat dari yang lain. Apa kau punya pacar?” tanya pria muda berambut hitam berombak itu.

“Ah Di, apa kau ini wartawan? Memangnya kenapa jika aku punya pacar?” tantang Shu Wei sambil tersenyum malu.
“Kau benar punya pacar?” tanya temannya yang lain tampak tertarik.
“Hei Leader, lihatlah dia. Ternyata diam-diam dia sudah punya pacar,” lanjut pria muda berambut lurus sebahu, seraya mendekati Ah Di dan Shu Wei.

“Shu Wei, aku tidak melarangmu punya pacar, tapi kau harus hati-hati jangan sampai tertangkap oleh wartawan. Energy sedang berada di puncak popularitas, setiap gerak-gerik kita diawasi media massa,” ujar pria muda berambut pendek lurus dan berwarna pirang seraya mendekati ketiga membernya.

“Siapa bilang aku punya pacar. Jangan dengarkan Kun Da! Niu Nai, gadis itu belum jadi pacarku. Dia bahkan tidak bisa melihatku,” jawab Shu Wei menerawang.

“Pengagum rahasia. Jadi kau hanya menjadi pengagum rahasianya?” tanya pria yang dipanggil Kun Da dengan penasaran. Shu Wei mengangguk sedih.

“Dia sangat dingin bagai salju. Cantik tapi sangat dingin,” jawab Shu Wei tampak sedih.
“Sudahlah. Aku harus pergi sekarang. Kita bicarakan ini nanti. Aku tidak mau ketinggalan pertunjukannya,” jawab Shu Wei lalu buru-buru.

“Pertunjukan? Hei, apa dia seorang artis juga?” tanya Kun Da yang sangat penasaran.
“Tidak bisa. Dia membuatku penasaran. Aku harus mengikutinya,” ujar Kun Da lalu bergegas mengambil tas dan mantelnya lalu segera melesat keluar mengejar temannya.

“Hei TORO, apa kau masih ingin di sini?” tanya Niu Nai pada temannya yang lain yang sedari tadi hanya terdiam melamun.

“Oh...iya, aku akan pulang bersama kalian,” jawabnya linglung. Ah Di yang melihatnya hanya tersenyum kecil lalu melangkah mendekati sahabatnya dan memeluknya ringan.
“Kau kenapa? Masih memikirkan mimpi itu?” tanya Ah Di pengertian. TORO mengangguk pelan.

“Aku selalu merasa, di suatu tempat ada seseorang yang selalu memanggil namaku. Tapi aku tidak bisa mengingat apa pun. Dan mimpi itu...Mimpi itu bukan mimpi biasa. Aku yakin itu ada hubungannya dengan masa laluku yang hilang,” jawab TORO sedih.

“Maafkan aku! Ini semua salahku. Gara-gara ingin memberikan space untukku agar aku bisa melakukan break dance, kau sampai tidak sadar telah sampai di ujung panggung. Andai kau tidak terjatuh dari panggung dan membuat kepalamu terbentur keras, mungkin gegar otak itu tidak akan membuatmu kehilangan sebagian ingatanmu. Maafkan aku, teman,” Ah Di terlihat menyesal, tapi TORO menggeleng pelan.

“Bukan salahmu. Bukankah dokter bilang ingatanku akan pulih dengan sendirinya?” jawab TORO sambil tersenyum menenangkan temannya.

“Tapi sekarang kau terganggu dengan mimpi itu dan itu membuatku merasa bersalah,” jawab Ah Di, masih menyalahkan dirinya.

“Memang apa yang kau lihat dalam mimpimu? Boleh kami tahu?” tanya Niu Nai seraya duduk di samping TORO.

“Aku melihat 2 mimpi yang selalu sama. Mungkin keduanya saling berhubungan. Mimpi pertama aku melihat seorang anak laki-laki berlari ke tengah jalan untuk mengejar bola, lalu kemudian sebuah mobil sedan hitam bergerak ke arahnya. Tapi seorang wanita yang tidak bisa kulihat wajahnya, berhasil menyelamatkan anak laki-laki itu dan melemparnya ke tepi jalan. Hanya saja tidak disangka, mobil sedan hitam yang hampir menabrak anak itu membanting setirnya ke kiri jalan dan menghantam pembatas jalan lalu terjatuh ke jurang dan meledak. Lalu si wanita yang menyelamatkan anak itu tak sengaja terkena “sentuhan” mobil itu sebelum mobil itu jatuh ke jurang, wanita itu terpental dan kepalanya menghantam tiang lampu lalu lintas. Kecelakaan yang mengerikan,” ujar TORO menceritakan mimpinya.

“Lalu mimpi kedua?” tanya Niu Nai tampak tertarik.
“Setelah aku melihat mobil itu jatuh ke jurang dan meledak, selanjutnya semuanya menjadi seputih salju, dan tiba-tiba saja aku berdiri di tengah hamparan salju bersama seorang gadis kecil yang tak bisa kulihat wajahnya. Dia mengenakan sebuah kalung berliontin Lotus dan si anak laki-laki itu menyerahkan sebuah bola kristal pada gadis itu. ‘Aku akan kembali. Aku berharap kau bisa melihat wajahku sekali saja’, samar-samar aku mendengar anak laki-laki itu berkata pada gadis kecil di sampingnya, tapi siapa gadis itu, aku tak bisa melihat dengan jelas,” ujar TORO dengan ekspresi bingung.

“Seorang gadis kecil dengan liontin kalung Lotus dan sebuah kecelakaan tragis. Apa menurutmu kedua hal ini ada hubungannya?” tanya Niu Nai dengan gaya menganalisis.
“Entahlah. Itu yang membuatku bingung, kawan,” jawab TORO sambil tersenyum sedih.
“Sudahlah. Tak usah terlalu dipikirkan. Kelak jika saatnya tiba, kau pasti akan bisa mengingat semuanya,” jawab Niu Nai menghibur TORO.

“Eh, mana Kun Da dan Shu Wei?” tanya TORO bingung saat menyadari kedua temannya tak ada di sana.

“Jadi kau tak tahu kalau Shu Wei sedang menemui gadis impiannya dan Kun Da sedang berlari mengejarnya?” tanya Ah Di tak percaya saat TORO menggeleng pelan.

“Aku tak tahu apa-apa. Kurasa aku sedang tenggelam dalam pikiranku,” jawab TORO sambil tertawa linglung.
“Tidak apa-apa. Biarkan saja mereka. Ayo kita pulang!” ajak Niu Nai pada kedua temannya.

====

TORO sedang berjalan keluar dari salah satu pertokoan saat tak sengaja dia menabrak seorang gadis yang kebetulan lewat di depan pintu toko itu tepat saat dia menarik pintunya.

BRUUKKKK...
“Aduh...” seru gadis itu pelan. Gadis itu jatuh tersungkur seraya memegangi lututnya yang memar karena terjatuh dan terlihat kebingungan mencari sesuatu.

“Maafkan aku, Nona...Aku tidak sengaja. Mari kubantu berdiri,” ujar TORO merasa bersalah seraya mengulurkan tangannya. Tapi seolah tak melihat uluran tangannya, gadis itu tetap berlutut sambil meraba-raba tanah di sekitarnya, mencari sesuatu.

TORO terkesiap saat menyadari gadis itu mengabaikan uluran tangannya padahal tangannya tepat berada di depan wajahnya.
“Gadis ini buta,” batin TORO kaget saat dia melihat gadis itu menemukan tongkatnya dan tersenyum lega begitu menemukannya.

“Tidak apa-apa. Aku yang ceroboh, Tuan. Kakakku sudah melarangku keluar di saat-saat ramai begini tapi aku tetap nekat,” jawabnya ramah, seraya memandang lurus ke depan, padahal TORO ada tepat di sampingnya.

TORO mengamati gadis buta di sampingnya. Dia punya mata yang indah, cantik, baik dan punya senyum semanis Malaikat, tapi sayang dia tidak bisa melihat.
“Apa yang terjadi dengan matamu?” tanya TORO tanpa sadar. Gadis itu termenung sesaat sebelum akhirnya menjawab.

“Aku tidak bisa melihat sejak usiaku 5 tahun. Karena menghindari seorang anak laki-laki yang tiba-tiba menyeberang jalan, Ibuku membanting mobilnya ke kiri jalan dan akhirnya kecelakaan itupun terjadi. Sejak itulah aku tidak bisa melihat matahari lagi,” jawabnya lirih sambil tetap tersenyum manis. Hati TORO berdetak lebih kencang dari biasanya.

“Kau tinggal di mana? Ijinkan aku mengantarmu pulang. Bagaimanapun juga aku sudah bersalah karena menabrakmu. Anggap saja ini permintaan maaf dariku,” tawar TORO iba. Entah kenapa hatinya tidak tega meninggalkan gadis itu sendirian di tempat seramai ini. Bagaimana jika dia diculik orang? Bagaimana jika dia terjatuh lagi? Bagaimana jika dia tersesat? Beribu pertanyaan “Bagaimana” terlintas dalam pikirannya. Dia benar-benar tidak tenang. Gadis itu tampak berpikir sebelum akhirnya mengangguk pelan.

“Baiklah! tapi tak perlu mengantarku pulang. Aku harus bekerja,” ujarnya sambil tersenyum manis.
“Kau bekerja?” tanya TORO tak percaya, lalu segera menutup mulutnya saat menyadari mungkin kalimatnya menyinggung gadis ini.

“Kenapa? Apa kau pikir orang buta tak bisa bekerja? Lalu kalau aku tak bisa bekerja, bagaimana aku bisa makan dan bertahan hidup?” tanyanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih dingin.

“Maaf. Aku tidak bermaksud menyinggungmu, Nona,” ujar TORO menyesal. Gadis itu menggeleng pelan.
“Aku sudah terbiasa. Tak perlu meminta maaf. Awalnya mungkin sulit. Banyak orang yang menghinaku, tapi sekarang aku sudah terbiasa. Mungkin bisa dibilang aku sudah mati rasa,” ujarnya lagi, seraya memaksakan diri untuk tersenyum.

TORO terdiam. Gadis di hadapannya benar-benar memiliki hati sebaik Malaikat. “Tuan, bukankah kau bilang kau akan mengantarku?” lanjutnya lagi.
“Ah iya, benar. Katakan nama tempat dan alamatnya. Aku akan mengantarmu ke sana,” jawab TORO ramah lalu menggandeng tangan gadis itu dan menuntunnya ke mobilnya.

Dalam mobil, mereka lebih banyak terdiam. Gadis itu tampak seperti memikirkan sesuatu.
“Natal akan segera tiba. Apa salju sudah turun?” tanyanya tiba-tiba.
“Salju?” ulang TORO bingung. Gadis itu mengangguk.

“Dulu aku sangat menyukai salju. Aku suka Natal. Aku paling suka mendengarkan lagu-lagu Natal dikumandangkan di setiap tempat saat Hari Natal akan tiba, saat masih kecil, aku dan teman-temanku akan membuka hadiah Natal saat malam Natal tiba. Kami bernyanyi bersama, menyanyikan banyak sekali lagu Natal sambil tertawa gembira. Dan setelah itu, aku akan diam-diam keluar dan mencari...” kata-katanya terhenti tiba-tiba.

“Kau akan mencari apa?” tanya TORO, penasaran dengan apa yang akan disampaikan gadis itu berikutnya.
“Bukan apa-apa. Lupakan saja,” sahutnya lalu terdiam lagi.

“Sudah 16 tahun lamanya aku tidak lagi melihat salju. Tak bisa lagi melihat salju, itu berarti aku takkan mampu lagi menemukannya. Kurasa anak laki-laki itu benar. Dia tidak ada. Itu hanya dongeng pengantar tidur saja,” lanjutnya lagi. TORO terdiam.Dia benar-benar tidak mengerti apa yang dibicarakan gadis ini.

Setelah beberapa menit dalam keheningan, akhirnya mereka tiba di sebuah restoran yang cukup mewah. TORO mengenali restoran ini adalah restoran tempat dia dan teman-temannya sering datang untuk makan malam. TORO menoleh tak yakin pada gadis di sebelahnya.

“Kau tak salah memberiku alamat? Ini sebuah restoran. Aku sering datang kemari bersama teman-temanku untuk makan malam,” ujar TORO skeptis.

“Tidak. Kalau kau tidak percaya, aku juga tidak memaksa. Terima kasih, Tuan,” ujar gadis itu sambil tersenyum simpul dan berjalan keluar dari dalam mobil dengan santai dan berjalan menuju restoran itu. Penjaga pintu itu tampak mengenali gadis itu dan segera membuka pintunya saat melihat gadis itu. TORO pun memutuskan mengikutinya karena penasaran. Gadis itu terlihat sangat mengenali restoran itu karena dia sama sekali tidak terbentur atau terjatuh saat berada di dalam.

TORO memutuskan untuk duduk mengamati di salah satu kursi sambil memesan makan malam untuknya sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Dia terus menatap gadis itu, ingin tahu yang dilakukannya saat kemudian dia melihat gadis buta itu duduk di depan sebuah piano dan mulai mengalunkan sebuah nada yang indah. TORO tersentak.

“Seorang gadis buta bisa memainkan piano?” batinnya tak percaya. Mata gadis itu tak sekalipun menatap tut piano, tapi tangannya bergerak dengan sangat sempurna, memainkan nada demi nada. TORO terpesona, hingga dia lupa memakan makanan yang terhidang di hadapannya. Lagu yang dimainkannya begitu sendu, dia menghipnotis semua pengunjung yang menikmati makan malam mereka di sana.

TORO mengangkat tangannya lalu memanggil seorang pelayan.
“Aku sering kemari untuk makan malam, tapi kenapa aku tak pernah melihat gadis yang bermain piano itu. Siapa namanya?” tanyanya penasaran pada pelayan di depannya. TORO tersadar, dia belum sempat menanyakan nama gadis itu.

“Bos kami baru saja menemukan gadis berbakat itu. Dia masih baru di sini. Kami tak tahu nama aslinya, Tuan. Hanya bos besar kami yang tahu, karena beliaulah yang menemukan gadis berbakat itu. Tapi kami semua memanggilnya dengan sebutan “Snow Lotus”. Itu karena dia sangat cantik bagai bunga tapi juga sangat dingin bagai salju. Dia pianis terbaik kami. Para tamu sangat menyukai permainan pianonya. Dia memang buta tapi sangat berbakat. Tuan bisa lihat sendiri bakatnya. Tapi dia hanya bekerja di sini selama 2 jam saja. Setiap pukul 7 sore hingga 9 malam, setelah itu kakaknya akan datang menjemputnya. Saat bekerja pun, biasanya kakaknya yang mengantar. Gadis itu sangat istimewa karena saat dia meminta libur, bos kami pasti mengizinkannya. Mungkin karena dia buta jadi dia mendapat perlakuan istimewa,” jawab pelayan itu mengangguk pelan.

“Snow Lotus? Nama yang menarik. Gadis buta yang menarik. Kau tidak ingin identitasmu diketahui orang lain, Nona cantik. Tapi apa kau tahu kalau kau sudah membuatku penasaran?” batin TORO seraya menatap gadis itu lekat, walau yang ditatapnya sama sekali tidak menyadarinya.

“TORO, apa yang kau lakukan di sini? Apa kau juga mengikutiku sama seperti Kun Da?” TORO melihat Shu Wei mendadak muncul di hadapannya dan memandangnya heran dengan Kun Da berdiri di sampingnya.

“Kalian? Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya TORO tak mengerti.
“Jangan mengelak lagi. Kurasa kalian berdua punya motif yang sama. Kalian ingin tahu siapa gadis yang kusukai kan?” tanya Shu Wei sinis lalu duduk di kursi di samping TORO.

“Baiklah. Aku katakan pada kalian, aku menyukai pemain piano itu. Si gadis salju, Snow Lotus,” jawab Shu Wei dengan terang-terangan sambil tersenyum menatap gadis buta yang bermain piano di depan mereka.

DEG. Hati TORO mendadak menjadi tidak nyaman saat mendengar temannya membuat pengakuan.
“Tapi bukankah dia tidak bisa melihat?” protes Kun Da heran.
“Memangnya kenapa? Aku akan menggunakan seluruh uangku untuk mengoperasi matanya, dengan begitu dia akan kembali bisa melihat. Mudah bukan?” jawab Shu Wei santai sambil tersenyum kagum menatap gadis itu, sementara TORO hanya mengamati temannya dengan cemburu.

=====

“Kakak, kenapa kau lama sekali?” tanya Xue Tung pada seorang pria berpakaian jas hitam dan bertubuh tinggi di hadapannya.

“Maafkan aku, Xue Tung. Aku harus menyelesaikan beberapa masalah dulu. Kau lapar? Kita pergi makan sebentar sebelum aku mengantarmu kembali ke Panti Asuhan,” jawab pria berjas itu. Xue Tung mengangguk pelan lalu menggandeng lengan kakaknya. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang diam-diam memperhatikan mereka dari kejauhan.

“Apa gadis itu sudah punya pacar? Ataukah pria itu hanya kakaknya seperti yang dikatakan pelayan itu tadi?” tanya si pengintip dalam hati. Saat melihat Xue Tung berjalan bersama seorang pria dan masuk ke dalam mobilnya dengan akrab.

“Tapi jika mereka kakak adik, kenapa aku merasa pria itu seperti menatapnya penuh cinta? TORO, ada apa denganmu? Kau tidak mengenal gadis itu, kenapa harus peduli padanya?” TORO memaki dirinya sendiri dengan kesal.

“Tapi entah kenapa, aku merasakan kerinduan saat aku melihatnya. Aku merasa seperti pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya, tapi di mana?” TORO benar-benar bingung dengan apa yang dirasakannya.

Di dalam mobil, Chi Xing Feng benar-benar begitu perhatian pada Xue Tung, dia membantu memasangkan sabuk pengaman untuknya.
“Kakak, aku tahu aku buta, tapi tolong jangan perlakukan aku seperti orang buta. Aku sudah hapal betul dengan mobilmu jadi tak perlu seperti ini,” jawab Xue Tung tak nyaman.
“Aku tahu. Maaf,” jawab Xing Feng tak enak.

“Oh ya, Kak. Kudengar Yong Chi Group akan membuat Konser Natal dan Tahun Baru di Alishan, apa itu benar?” tanya Xue Tung mengubah topik pembicaraan.

“Benar sekali. Dan aku ingin kau juga hadir di sana,” jawab Chi Xing Feng bersemangat.
“Ayah takkan suka melihatku ada di sana. Dia pasti akan malu jika sampai ada orang yang tahu dia memiliki seorang putri yang buta,” jawab Xue Tung sedih.

“Tapi aku takkan memintamu datang sebagai Chi Xue Tung, melainkan sebagai Snow Lotus. Aku mengundangmu sebagai tamu special di konser itu. Dan aku juga menawarkan kontrak dengan nilai yang fantastis. Dengan uang itu kau bisa mengoperasi matamu. Bukankah kau bilang kau ingin melihat wajah Ji Teng? Tapi kau juga tidak mau menggunakan uang Ayah, benarkan? Sekarang aku akan memberimu jalan,” jawab Chi Xing Feng dengan penuh semangat.

“Bukankah itu sama saja? Kau membayarku dengan uang ayah,” jawab Xue Tung bingung.
“TIDAK! Tentu tidak sama. Karena kau mendapatkan uang itu dengan bekerja, bukan tanpa melakukan apa-apa. Kau datang sebagai Snow Lotus, bukan sebagai Chi Xue Tung. Lagipula, banyak orang yang kagum dengan bakatmu, apa kau tahu? Mereka bilang kau gadis buta yang istimewa. Kisah hidupmu telah menginspirasi banyak orang bahwa orang yang memilki keterbatasanpun bisa mencari uang dan bertahan hidup tanpa harus mengemis atau bergantung pada orang lain. Bukankah itu hebat?” Xing Feng berusaha memberi Xue Tung semangat.

“Tapi...” Xue Tung terlihat ragu.
“Aku sudah bicara pada bosmu di Restoranmu itu. Aku sudah bilang padanya ingin mengontrakmu hingga Tahun Baru nanti dan dia sudah setuju denganku. Apa kau tidak ingin melihat salju?” Xing Feng terus membujuk.

“Apa salju sudah turun di Alishan?” Xue Tung tampak tertarik saat mendengar kata salju.
“Alishan adalah dataran tinggi, tentu saja salju sudah turun sejak beberapa minggu yang lalu. Mungkin saja, Ji Teng-mu ada di sana menunggumu. Bukankah kalian berdua sama-sama menyukai salju?” lanjut Xing Feng lagi.

“Ji Teng...” gumam Xue Tung dengan berkaca-kaca.
“Jadi?” desak Xing Feng.
“Baiklah, kak. Kapan kita akan berangkat?” tanya Xue Tung akhirnya, Xing Feng berseru senang.
“Besok pagi,” jawab Xing Feng senang.

=====

“Besok pagi? Cepat sekali!” protes Shu Wei kaget.
“Kenapa sepertinya kau kaget?” tanya seorang pria setengah baya.
“Berapa lama kita akan pergi?” tanya Shu Wei tampak tak rela.

“Kau ini kenapa? Kenapa sepertinya kau tak rela meninggalkan Taipei? Ini bukan pertama kalinya Energy menggelar konser di luar Taipei,” ujar pria setengah baya itu penuh selidik.

“Dia bukan tak rela meninggalkan Taipei, tapi dia tak rela meninggalkan gadis saljunya,” celetuk Kun Da sambil tertawa.
“Tutup mulutmu!” sergah Shu Wei kesal seraya melempar bantal ke arah temannya.

“Apa kau sungguh menyukai gadis itu?” tanya pria setengah baya itu pada Shu Wei.
Shu Wei terdiam dan mengangguk pelan. “Jika aku bilang ini adalah cinta pertamaku, apa kalian akan tertawa?” Shu Wei balik bertanya ragu.

“Cinta pertama? Pada seorang gadis buta? Yang benar saja!” ujar Kun Da, mungkin hanya bercanda tapi itu membuat Shu Wei marah. Dia segera menghampiri temannya dan menarik kerah bajunya.

“Aku tidak akan mengijinkan siapapun menghinanya! Katakan sekali lagi maka aku akan benar-benar merontokkan gigimu!” ancam Shu Wei marah. Spontan membuat semua orang di sana berdiri dan mencoba memisahkan mereka. TORO pun tersentak dengan apa yang dikatakan Kun Da tentang gadis itu, dalam hati dia juga merasa marah tapi sebisa mungkin dia menahan emosinya. Hanya saja dia tidak mengira reaksi Shu Wei akan seperti itu.

“Sudahlah, Shu Wei! Kun Da hanya bercanda,” Niu Nai, Sang Leader mencoba menengahi.
“Benar. Aku hanya bercanda. Tidak perlu menganggap ucapanku serius. Baiklah. Aku minta maaf,” ujar Kun Da menyesal. Perlahan Shu Wei melepaskan cengkeramannya di kerah baju Kun Da dan berkata lirih, “Aku juga minta maaf. Hanya saja aku tidak suka bila ada yang menghinanya buta. Bagiku itu sangat menyakitkan. Jadi jika kau temanku, tolong hargai perasaanku,” ujar Shu Wei lagi.

Teman-temannya hanya saling pandang mengerti. “Kami pikir kau hanya main-main, kawan. Tapi sepertinya perasaanmu pada gadis itu sangat serius,” ujar Ah Di pengertian.

“Aku mencintainya. Dan aku sudah bersumpah pada diriku sendiri, akan kulakukan apa pun agar dia bisa kembali melihat. Aku tak mau dia selamanya hidup dalam kegelapan. Dia punya mata yang indah, dan aku ingin mata itu bisa melihat seberkas cahaya,” ujar Shu Wei dengan sorot mata penuh cinta saat bicara tentang gadis saljunya.

TORO terdiam perih. Dia tidak tahu kenapa hatinya merasa perih dan sesak, mendengar pengakuan Shu Wei bahwa dia mencintai gadis itu membuatnya hampir tak bisa bernapas.

“Sudahlah. Kita bicarakan masalah ini lain kali. Sekarang pulang dan berkemaslah. Besok kita akan pergi ke Resort itu dan bersiap untuk Malam Natal,” ujar pria setengah baya itu, yang ternyata adalah Manajer mereka.

Saat mereka akan berjalan pergi, ponsel Shu Wei mendadak berdering dan dia mengangkatnya dengan bersemangat.

“Kau sudah menemukan Dokter yang bisa mengoperasi matanya?” ujar Shu Wei di teleponnya. Teman-temannya spontan menoleh ke arahnya.

“Dia serius ingin mengoperasi gadis itu,” bisik Ah Di pada TORO.
“Snow Lotus, aku akan menyembuhkan matamu dan kau akan kembali bisa melihat salju yang kau sukai,” ujar Shu Wei gembira, sementara TORO hanya bisa menatap sedih dan perih.

“Kenapa hatiku sangat sakit saat melihat Shu Wei begitu memperhatikan gadis itu? Aku tak mengenal gadis itu, aku hanya pernah mengantarnya sekali, tapi kenapa aku merasa sangat merindukannya? Ada apa denganku ini?” TORO benar-benar kesal pada dirinya sendiri, Dia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Perasaan peduli, perasaan ingin melindungi, perasaan takut kehilangan, perasaan rindu dan ingin melihatnya setiap saat.

“Snow Lotus, siapa kau sebenarnya? Apa yang membuatmu begitu istimewa hingga membuatku tak bisa melupakanmu?” TORO sekali lagi hanya bisa memaki hatinya yang kacau.

To Be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar