Jumat, 25 Desember 2015

Winter Wish : Chapter 5 (Snow Angel Fanfiction Special Christmas)

Author : Liliana Tan

Starring :
TORO Energy as Ji Teng / TORO
Margaret Wang as Chi Xue Tung / Snow Lotus (Xue Lian)
Shu Wei Energy as himself
Niu Nai Energy as Himself
Ah Di Energy as Himself
Kun Da Energy as Himself
Johny Yen as Chi Xing Feng
Cheryl Yang as Elaine

NB : SPECIAL CHRISTMAS.

“Winter Wish : Chapter 5 (Snow Angel Fanfiction Special Christmas)”







Hutan Di Belakang Resort.
TORO berlari sekuat tenaga menerjang badai salju untuk mencari Xue Tung. Dia sangat khawatir pada keselamatan gadis itu. Xue Tung tidak bisa melihat dan dia sendirian di dalam hutan di tengah badai salju yang sangat dingin. TORO mengeratkan mantelnya dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling hutan itu. Keadaan yang sangat gelap membuatnya kesulitan menemukan gadis itu, tapi sedetik kemudian dia menemukan seseorang dengan mantel merah mudanya yang sangat mencolok tergeletak di tanah tak jauh dari tempatnya berdiri. TORO tersentak dan berlari menghampirinya.

“Xue Lian...Xue Lian,” panggilnya panik. Mata gadis itu menutup, tubuhnya begitu dingin. Spontan TORO memeluknya erat, mendekapnya dalam dadanya, mencoba memberinya kehangatan,

“Snow Angel...Bantu aku menemukan kalung itu,” gadis itu menggumam. TORO tersentak, spontan dia memandang gadis dalam pelukannya dengan heran.

“Aku...belum...menemukan...Snow...Angel...juga kalung...itu,” gumamnya lagi, lebih lirih. Airmata menetes pelan di mata TORO.

“Snow Angel...Di mana? Di mana kau?” gumamnya lagi.
“Bantu aku...menemukan...kalungku...menemukan cinta masa kecilku...bantu aku menemukan cahaya hidupku,” gumamnya tersendat-sendat. Seketika TORO tersadar. Kenangan masa kecilnya bersama gadis saljunya kembali terlintas.

Snow Angel. Peri Salju. Pertama kali mereka bertemu, gadis salju itu mencari si Peri Salju.. Dan sekarang, gadis buta inipun bicara soal Snow Angel. Hati TORO berdetak makin kencang, bukan hanya karena mendengar kata-katanya tapi juga karena tubuh gadis ini yang makin lama makin dingin.

Maaf sudah mengganggumu. Aku mengikuti suara nyanyianmu hingga tak sadar sampai kemari. Apa kau juga mencari Peri Salju? Apa kau sendirian di sini?” tanya seorang gadis kecil, memandang lurus ke depan, ke arah hamparan salju yang ada di depannya, walau sebenarnya anak laki-laki itu tak ada di sana. TORO akhirnya mengingat kenangan masa kecilnya yang sempat hilang. Pertemuan pertamanya dengan si gadis salju, Chi Xue Tung di malam hujan bersalju 12 tahun yang lalu, kini kembali melintas.

“Apa kau buta? Kau tidak bisa lihat kalau aku sendirian? Siapa itu Peri Salju? Kau pasti salah satu anak di Panti Asuhan itu kan? Legenda bodoh. Hanya orang bodoh yang percaya Legenda si Peri Salju. Aku tersesat. Itu sebabnya aku bernyanyi karena aku berharap akan ada seseorang yang mendengar suara nyanyianku dan menolongku keluar dari hutan ini,” jawabnya ketus.

Airmata TORO mengalir pelan, “Xue Tung, apa itu kau? Kenapa aku bisa melupakanmu? Kenapa aku bisa begitu saja menghapusmu dari hatiku?” hati TORO diliputi rasa bersalah. Kini dia telah mengingat semuanya dengan jelas. Tentang janjinya, tentang cintanya, tentang kenangan masa kecilnya, tentang gadis salju yang selalu dia rindukan, cinta pertamanya.

“Xue Tung, buka matamu. Jangan tidur. Kau harus tetap sadar, sayang. Ini aku! Aku Ji Teng. Aku kembali untukmu!” bujuk TORO lembut seraya perlahan menggendong gadis itu di punggungnya.

“Kenapa kau sangat keras kepala? Berapa kali kukatakan Peri Salju itu tidak ada? Kenapa kau suka sekali membahayakan dirimu?” TORO kesal bercampur khawatir, sambil terus berlari membawa gadis itu kembali ke resort. Tapi badai salju membuat TORO tak mampu melihat arah. Mereka berdua tersesat di dalam hutan.

“SIAL!! Di mana jalan keluarnya?” ujarnya takut bercampur bingung.
“POLARIS,” gumamnya pelan.
“Langit Utara...Polaris akan memberikan petunjuk,” gumamnya tanpa sadar. TORO berhenti berlari, dia memandang ke langit, mencari POLARIS, Sang Bintang Utara yang melambangkan harapan.

“Bintang Polaris, bintang yang cantik di langit utara  yang dijadikan penanda arah utara. Ikuti bintang itu maka kau akan bisa keluar dari hutan ini,” kenangnya pada ucapan Almarhum ibunya.

“Xue Tung, sayang, aku tak bisa menemukan bintangnya. Kau harus bangun dan memberitahuku yang mana bintangnya,” pinta TORO memohon. Xue Tung terdiam.

“Aku...tak pernah...melihat...bintang. Tapi...” Xue Tung terdiam sesaat. 
“Tapi apa, Xue Tung?” tanya TORO tak sabar.

“Ji Teng bilang...Bintang...yang...paling...terang...ada...di...kaki...bintang biduk...” gumam Xue Tung, antara sadar dan tidak sadar.

“Bodoh. Aku yang memberitahumu, kenapa aku bisa lupa?” TORO memaki dirinya sendiri seraya kembali memandang ke arah langit. Ketemu. Bintang yang paling terang di kaki bintang biduk. Bintang Utara, Polaris.

“POLARIS, akhirnya aku menemukanmu. Kita akan keluar, sayang. Bertahanlah!” ujar TORO lembut. Dengan mengikuti arah bintang Polaris akhirnya mereka berdua bisa kembali dengan selamat ke resort.

“PANGGILKAN DOKTER!” perintahnya pada resepsionis.
“Baik Tuan!” jawab si resepsionis.
“SURUH DIA KE KAMAR 210 SEKARANG!” teriaknya frustasi karena tubuh Xue Tung makin dingin.

“Bawakan selimut lebih banyak lagi dan tambahkan penghangat ruangan,” perintahnya kemudian lalu segera membawa gadis itu ke kamarnya.

====

Setelah malam bersalju itu, TORO mengaku pada teman-temannya kalau dia adalah Ji Teng yang selama ini Xue Tung rindukan. Tanpa tahu bahwa teman-temannya sudah tahu semuanya.

“Maafkan aku, Shu Wei, Niu Nai... Tapi aku tak bisa melepaskan Xue Tung. Aku mencintainya. Aku tahu mungkin kalian takkan percaya, tapi aku adalah Ji Teng, orang yang selalu dia rindukan. Tanpa tahu dia adalah cinta pertamaku yang selalu kucari, cinta pertama yang sempat kulupakan, dia membuatku jatuh cinta sekali lagi. Kebaikannya, ketulusannya, senyumnya yang hangat dan matanya yang teduh walau tidak bisa melihat, telah membuatku jatuh cinta lagi. Tapi aku tidak tahu bagaimana mengatakan ini padanya. Aku takut dia takkan percaya,” ujar TORO di suatu pagi yang bersalju.

“Jadi kau sudah ingat semuanya?” tanya Shu Wei dengan santai. Dia sudah tampak rela dan tidak marah sama sekali.
“Kau tak marah padaku?” tanya TORO bingung. Shu Wei menggeleng sambil tersenyum.

“Kami sudah tahu semuanya kawan. Kau adalah Ji Teng. Itu adalah fakta yang tidak bisa dibantah. Bukankah kau bilang kau ingin membawa kembali Ji Teng ke sisinya? Sekarang Ji Teng telah kembali, jangan pernah tinggalkan dia lagi atau akan kurebut dia darimu,” ancam Shu Wei dengan gaya serius.

“Terima kasih, teman. Maafkan aku! Juga padamu, Niu Nai,” jawab TORO sambil tersenyum canggung. Mereka bertiga berpelukan sambil tertawa akrab, “Lupakan saja! Kami tahu kami takkan bisa menang melawan Ji Teng. Melawan bayangannya saja kami tak sanggup, apalagi jika Ji Teng benar-benar muncul di hadapan kami,” jawab Niu Nai lalu mereka bertiga pun tertawa lagi.

Malamnya, TORO membawa Xue Tung ke taman resort untuk bicara, dia ingin mengatakan yang sebenarnya, tak peduli Xue Tung akan percaya atau tidak.

“Ada yang ingin kau bicarakan? Aku tahu itu kau, TORO.. Walau kau tak bicara tapi aku bisa mencium aroma parfummu. Terima kasih sudah menyelamatkan nyawaku,” ujar Xue Tung, masih dengan nada yang dingin.

“Xue Tung, apa benar kau tidak bisa mengenaliku? Ini aku - Ji Teng. Aku yang dulu sering datang ke panti asuhan dan memberikan banyak sekali hadiah untuk kalian. Kita selalu merayakan Natal bersama. Kita membangun Istana Salju, manusia salju, aku yang mengajarimu bermain piano. Aku yang memberikanmu kalung itu, lalu bola kristal dan juga mengajarimu bermain ice skeating,” ujar TORO mengaku. Xue Tung terdiam.

“Lalu? Kau ingin aku berkata apa?” tanya Xue Tung, tanpa ekspresi.
“MERRY CHRISTMAS. Senang bertemu denganmu lagi. Terima kasih untuk semua hadiah yang dulu pernah kau berikan pada kami. Kami sangat menghargainya. Ini bola kristalmu dan ini kalungmu. Kukembalikan!” ujar Xue Tung dingin lalu kemudian beranjak pergi.

“Xue Tung, bukankah seharusnya kau senang?” tanya TORO tak mengerti.
“Jujur, awalnya aku sempat menyukaimu, TORO. Tapi setelah kau mengaku sebagai Ji Teng, aku kehilangan semua respekku padamu. Untuk apa kau mengaku sebagai Ji Teng? Apa kau pikir dengan menyebutkan semua itu, aku akan percaya? Kau tahu semua itu karena aku yang menceritakan semua itu padamu,” jawab Xue Tung dengan sinis.

TORO tak tahan lagi, dia tak tahan diperlakukan dengan sinis seperti ini, dia menarik tangan gadis itu, mendekapnya erat dalam pelukannya dan menciumnya dengan lembut. Awalnya lembut tapi kemudian berubah menjadi penuh gairah dan nafsu. Tanpa sadar gadis itu membalasnya dengan setetes air jatuh di matanya. Dari jauh ke-4 temannya memandang mereka.

“Oh tidak... TORO mengulangi kesalahan yang sama,” gumam Kun Da pasrah. 
“AKU MENCINTAIMU, Xue Tung...Dari dulu, sejak lama. Tidakkah kau bisa merasakan tulusnya cintaku. Aku tak peduli walau kau buta. Aku hanya ingin kau di sisiku, itu saja. Maafkan aku! Maafkan aku telah meninggalkanmu sekian lama. Tapi aku telah kembali untukmu, tidak bisakah kau memberiku 1 ksmptan?” ujar TORO saat bibir keduanya terpisah.

“Tidak! Jangan mengaku sebagai dia. Orang yang kucintai adalah Ji Teng, bukan TORO – seorang penyanyi papan atas Taiwan. Aku mau Ji Teng-ku! Tolong jangan menyamar sebagai dia!” Xue Tung tetap tak percaya, tapi airmata menetes pelan.

“Bagaimana caranya agar kau percaya aku adalah Ji Teng-mu yang selama ini kau tunggu?” tanya TORO putus asa, dia tahu tidak semudah itu membuat Xue Tung percaya.

“Kenapa kau baru muncul sekarang? Kenapa kau meninggalkan aku begitu lama?” tuntut Xue Tung sambil menangis.

“Aku membencimu! Untuk apa kau kembali sekarang? Apa kau tahu aku sangat merindukanmu? Berikan aku bukti! Buktikan kalau kau adalah Ji Teng-ku!” lanjutnya, menjerit sedih.

“Xue Tung, apa kau ingat saat aku bertanya jika kau diberi kesempatan untuk membuat satu permohonan di Hari Natal, apa yang akan kau minta?” tanya TORO dengan lembut.

Dan kau berkata, “Jika itu adalah aku, aku tidak mengharapkan apa-apa selain bisa melihat seberkas cahaya,” lanjut TORO seraya mengenang masa lalu. Xue Tung terdiam, dia belum pernah menceritakan hal ini pada siapapun, tidak pada Shu Wei dan tidak juga pada TORO.

“Lalu kau bertanya padaku, apa permintaanku?” TORO masih melanjutkan kata-katanya untuk meyakinkan Xue Tung.

“Dan aku menjawab, “bagiku, kau adalah gadis yang sangat special. Kau berani, tegar dan tak pantang menyerah. Jika seandainya aku diberi kesempatan untuk membuat sebuah permohonan, maka yang kuinginkan adalah aku sangat berharap kau bisa melihat wajahku sekali saja”. Apa kau masih ingat?” tanya TORO lagi, dengan lembut dan penuh harap. Airmata Xue Tung menetes perlahan.
“Ji Teng...” Xue Tung bergumam pelan.

“Kita pernah membuat Istana Salju bersama, tapi saat itu kau berkata dengan sedih “Sia-sia saja. Tidak peduli seindah apa pun kita membuatnya, bila Musim Semi tiba, Istana Salju ini pasti akan hancur seketika”. Apa kau masih ingat?” TORO terus berusaha meyakinkan Xue Tung tentang kenangan masa lalu mereka.

“Lalu kau berjanji padaku, “tidak peduli walaupun Istana Salju itu harus hancur berkali-kali, asalkan aku memintamu membuatnya, kau akan membuatkannya lagi untukku. Kita akan membangun kembali Istana Salju ini bersama”. Ji Teng, apa ini benar kau?” tanya Xue Tung dengan airmata bahagia seraya meraba pipi TORO/Ji Teng dengan lembut. TORO mengangguk mantap dan menggenggam tangan Xue Tung di pipinya.

“Kau memintaku menjadi anak yang pintar. Atau kau takkan mau mengakuiku sebagai teman. Benarkan?” ujar TORO lagi, dengan senyum bahagia.

“Saat itu, kau yang tak pernah meneteskan airmata, bahkan saat kakimu terluka dan berdarah, tapi kau menangis untukku. Aku berterima kasih untuk airmatamu itu, kelak aku berjanji akan mengganti airmata itu dengan kebahagiaan seumur hidup,” lanjutnya lagi, lalu menarik Xue Tung ke dalam pelukannya.

“Aku berjanji aku akan kembali. Aku pasti akan kembali untukmu. Dan aku sudah kembali. Aku sudah kembali,” ulangnya berulang-ulang dan mereka berduapun menangis pilu.

“Aku yang memintamu untuk menyimpan kalung itu. Aku ingin kau menyimpan kalung itu sebagai pengenal saat kita bertemu lagi. Karena kau tak bisa melihatku maka akulah yang harus lebih dulu mengenalimu. Jika kau memakai kalung ini, aku akan tahu bahwa kaulah gadis yang selama ini menungguku. Apa pun yang terjadi, kau tak boleh melepaskan kalung ini. Hingga aku kembali, kau tak boleh melepaskannya. Aku akan kembali untukmu, juga untuk mengambil kembali kalung ini. Jaga kalung ini untukku, karena ini adalah peninggalan terakhir Ibuku,” lanjutnya lagi, lalu mengambil kalung dari saku mantelnya dan memakaikannya di leher Xue Tung. Sebuah kalung dengan liontin berbentuk bunga Lotus.

“Malam itu, kau mencari kalung ini kan?” lanjutnya lembut. “Maaf Xue Tung! Aku bersalah karena tak sengaja melupakanmu. Kau pantas marah padaku. Aku tak seharusnya melupakanmu,” TORO sekali lagi meminta maaf dari lubuk hatinya yang paling dalam.

“Ji Teng...” Xue Tung hanya bisa menggumamkan nama itu dengan sedih.
“Jangan menangis! Kau sudah berjanji padaku takkan menangis. Teruslah hidup dengan tersenyum. Tersenyumlah walau saat itu kau ingin menangis. Anggap saja kau melakukannya untukku. Karena mungkin kau takkan tahu, bila tiba-tiba saja aku sudah berdiri di hadapanmu.” Apa kau masih ingat janjimu itu?” ujar TORO seraya menghapus airmata di sudut mata Xue Tung.

“Dan saat aku kembali, aku akan membantumu menemukan si Peri Salju. Bukankah Peri Salju hanya muncul di Malam Natal? Tapi sekarang Natal sudah lewat, berarti kita harus menunggu Natal berikutnya,” hiburnya bercanda.

“Itu Ji Teng. Itu adalah kalimat yang pernah diucapkan Ji Teng padaku dulu. Benarkah TORO adalah Ji Teng?” batin Xue Tung mulai bimbang.

“Ji Teng...” gumamnya lirih.
“Aku yakin hatimu pasti lebih tahu dari siapapun, bahwa aku adalah Ji Teng. Aku mencintaimu, Chi Xue Tung!” ujarnya lagi dengan lembut lalu kembali mencium gadis itu, tidak peduli walau setelah ini dia akan mendapatkan tamparan berkali-kali. Dia hanya ingin menyampaikan cintanya pada si gadis salju ini.

Sesaat kemudian, seorang pria muda menghampiri mereka dan memukul TORO ketanah dengan murka. “Apa yang kau lakukan pada Xue Tung-ku?” serunya marah membuat TORO tersungkur ketanah sambil memegangi bibirnya yang berdarah karena pukulan pria itu.

“Zhang Zhuo Nan?” seru Xue Tung terkejut, mengenali suara pria itu.
“Apa pria kurang ajar itu menyakitimu? Kau tidak apa-apa kan?” tanya Zhang Zhuo Nan khawatir. Pria itu bersikap sangat lembut pada Xue Tung, darah TORO mendidih melihatnya. Dia segera berdiri dan menarik Xue Tung ke pelukannya.

“Seharusnya aku yang bertanya Tuan. Apa yang kau lakukan di sini dan pada kekasihku?” seru TORO marah, menggenggam erat tangan Xue Tung. Xue Tung tersentak.
“Kekasih?” batinnya, tapi dalam hati dia bersorak riang.

“Sejak kapan kau jadi kekasihnya? Akulah kekasihnya!” Zhang Zhuo Nan bersikeras. TORO terkejut mendengarnya.

“Itu tidak benar! Aku tidak pernah menyukaimu, Zhang Zhuo Nan! Dalam hatiku hanya ada Ji Teng seorang. Kau hanya memanfaatkan aku karena aku buta, karena kau ingin memperkosaku, benarkan?” ujar Xue Tung dingin, tapi ada nada ketakutan dalam suaranya. TORO tersentak, saat mendengar pria ini pernah berniat memperkosa gadisnya.

“Tapi aku mencintaimu Xue Tung!” ujarnya menyesal.
“TIDAK! Karena kau hanya ingin tubuhku!” jawabnya dingin.
“Tolong maafkan aku..Beri aku 1 kesempatan lagi. Apa hebatnya dia dibanding aku?” tanyanya tak terima, menatap tajam pada TORO.

“Dia tak pernah meninggalkan aku. Dia rela menerobos badai salju demi mencariku, dia pria yang berkata dia mencintaiku walau tahu aku buta. Dia yang selalu diam-diam membantuku saat aku dalam kesulitan. Itulah bedanya dia denganmu,” jawab Xue Tung mantap. TORO tersentak, hatinya bagai melayang. Xue Tung membelanya, Xue Tung memilihnya. Dia merasa menang.

“Kau sudah dengar sendiri kan? Sekarang, aku akan membawa Xue Tung-ku ke kamarnya. Aku tidak mau dia sakit. Dan tolong menjauhlah dari gadisku!” ujar TORO dengan senyum kemenangan. Dia memeluk pinggang Xue Tung dan membawanya pergi dari sana, tapi Zhang Zhuo Nan tak menyerah. Dia menarik lengan Xue Tung, membuatnya terlepas dari pelukan TORO.

“Hei, kau...” TORO berteriak marah.
“Aku ingin bicara dengannya sebentar,” jawabnya lalu menyeret Xue Tung dengan kasar. Xue Tung memberontak, dia berusaha melepaskan dirinya, dia menggigit tangan pria yang mencengkeramnya dan melarikan diri dengan cepat, tapi karena tidak bisa melihat, dia tidak menyadari saat ada mobil yang bergerak ke arahnya.

“Xue Tung, TIDAK!” teriak TORO histeris saat melihat gadis yang dicintainya tertabrak mobil dan terpental dengan keras ke tanah dengan bersimbah darah.

“TIDAK!” teriak TORO histeris sambil memeluk tubuh Xue Tung dan airmata mengalir deras di pipinya.

Setahun Kemudian, 25 Desember...
“Masih mencari si Peri Salju?” tanya TORO pada Xue Tung saat gadis itu berdiri di tengah hamparan salju seraya mengulurkan tangannya ke atas, mencoba menangkap bulir-bulir salju yang turun di tangannya.

“Aku sudah lupa jika salju berwarna putih,” sahutnya lembut dengan tersenyum kecil.
“Aku ingat dulu aku pernah berkata, “Jika aku diberi kesempatan untuk membuat sebuah permohonan di Hari Natal, aku tidak mengharapkan apa-apa selain melihat seberkas cahaya”. Tidak! Aku meralat permohonanku. Anggap saja aku serakah, tapi aku tak mau jika hanya melihat seberkas cahaya, aku ingin melihat wajahmu, bukan hanya sekali saja, tapi setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detiknya. Aku ingin melihat banyak hal indah di dunia ini bersamamu. Apa menurutmu aku terlalu tamak?” tanya Xue Tung lalu berbalik dan menatap TORO dengan penuh cinta.

“Tidak! Itu permintaan yang wajar untuk seorang gadis yang selama 15 tahun ini hidup dalam kegelapan,” jawab TORO lembut seraya menggenggam tangannya erat. Xue Tung hanya memandang wajah TORO lekat, seolah mengingat setiap detilnya.

“Kenapa kau memandangku seperti itu?” TORO mendadak salah tingkah melihat cara Xue Tung menatapnya.

“Aku sama sekali tidak menyangka jika kau begitu tampan dan betapa beruntungnya aku mendapatkan cintamu. Ji Teng, kau berjanji takkan pernah meninggalkan aku lagi kan?” pinta Xue Tung mendadak ketakutan.

“Apa itu adalah permohonanmu kali ini?” tanya TORO dengan penasaran. Xue Tung mengangguk mantap.

“Benar. Bukankah sekarang adalah Malam Natal, aku ingin membuat permohonan,” jawab Xue Tung dengan mata bersinar bahagia.

“Gadis bodoh. Kau sudah membuang kesempatanmu yang berharga dengan memohon sesuatu yang sebenarnya tak perlu kau minta,” jawab TORO seraya menyentil kening Xue Tung dengan sayang.

“Apa maksudmu? Apa salah jika aku memohon agar kau jangan pergi?” Xue Tung cemberut saat TORO menyentik keningnya dan dia mengusap-usap keningnya dengan manis.

“Kita sudah menikah. Sekarang kau adalah istriku, jadi mulai sekarang aku takkan pernah meninggalkanmu,” janji TORO/Ji Teng dengan lembut lalu menarik Xue Tung ke dalam pelukannya dan mencium bibirnya lembut di tengah hujan salju yang turun dengan lembut dari langit.



“Lalu apa permohonanmu, suamiku Ji Teng?” rayu Xue Tung seraya bersandar dengan manja di dada TORO/Ji Teng.

“Permohonanku tahun ini adalah aku menginginkan seorang bayi yang lucu, yang akan menyempurnakan pernikahan kita. Semoga Tuhan segera mengabulkannya,” ujar TORO dengan tersenyum nakal, membuat pipi Xue Tung memerah malu.

“Tidak bisa begitu. Kau pikir aku restoran cepat saji yang bisa melahirkan anak sesuai dengan pesanan. Setidaknya harus menunggu selama 9 bulan. Ah tidak, coba kuhitung dulu...9 bulan rasanya terlalu lama, kurasa kau harus sabar menunggu selama 8 bulan agar permohonanmu terkabul,” jawab Xue Tung malu-malu.

TORO tersentak. Perlahan dia menjauhkan tubuh Xue Tung dan menatapnya penuh tanya, “Kau bilang apa? 8 bulan? Kau sedang hamil?” tanyanya dengan linglung. Xue Tung menangguk malu-malu seraya menundukkan wajahnya menghindari tatapan TORO.

“Benarkah? Aku akan jadi seorang ayah? Kau serius? Tuhan mengabulkan permohonanku secepat itu?” TORO berseru tak percaya, dia tertawa sangat bahagia.

“Hei, tidak secepat itu. 8 bulan, Ji Teng. 8 bulan,” ulang Xue Tung seraya mengangkat jari-jarinya membentuk angka 8.

“Terima kasih, Xue Tung! Kau adalah anugerah terindah yang pernah diberikan Tuhan padaku. You know what? You are My WINTER WISH !!” ujar TORO lalu kembali menarik istrinya dan menciumnya dengan penuh cinta.

“Sudah. Kita harus segera pergi. Temanmu menunggu kita untuk merayakan Natal bersama kan?” ujar Xue Tung saat tiba-tiba dia mengakhiri ciuman mereka, karena sengaja ingin menggoda suaminya.

“Aku bersyukur pada Tuhan karena aku tidak kehilanganmu waktu itu,” bisiknya sedih, setiap kali dia mengingat kecelakaan tragis yang hampir merenggut Xue Tung dari sisinya.

Setahun yang lalu, Xue Tung hampir saja tewas dalam kecelakaan tapi keajaiban terjadi saat Zhang Zhuo Nan yang merasa bersalah menyumbangkan darahnya. Beberapa hari kemudian kecelakaan yang tragis menimpa pria muda itu dan membuatnya kehilangan nyawa, dalam wasiatnya dia berkata bahwa dia ingin memberikan matanya pada Xue Tung agar gadis itu bisa melihat. Dan akhirnya, dokter mengambil kornea mata Zhuo Nan dan memberikannya pada Xue Tung. Operasinya berhasil tapi sayangnya Xue Tung tak tau apa yang terjadi. Mereka tahu pasti gadis itu akan sangat sedih jika tahu yang sebenarnya. Yang Xue Tung tahu bahwa Zhuo Nan telah kembali ke Amerika dan melanjutkan profesinya di sana. Xue Tung pun menerima cinta TORO dan mereka berdua hidup dengan bahagia.

“MERRY CHRISTMAS !!” seru TORO, Xue Tung, Shu Wei, Niu Nai, Kun Da dan Ah Di bersamaan.

“Aku suka Natal, aku suka salju. Karena berkat salju aku bisa bertemu istriku tercinta,” lirik TORO pada Xue Tung, sementara Shu Wei dan Niu Nai hanya bisa saling menatap dengan sedih, sambil memaksakan diri untuk tersenyum.

"Permohonanku tahun ini, semoga aku bisa menemukan seseorang yang tulus mencintaiku dan juga kucintai. Seorang gadis yang memiliki cinta sebesar cinta Xue Tung pada Ji Teng. TORO, Xue Tung, semoga kalian kalian bahagia selamanya," doa Shu Wei dalam hati sambil menatap mata indah Xue Tung yang kini berbinar bahagia.

“Semoga setelah ini, tak ada tragedi lagi. Mulai sekarang, kita akan merayakan Natal dengan gembira. MERRY CHRISTMAS EVERYONE !!!” seru Kun Da bahagia. 

"Tepat sekali. Tak ada lagi Natal yang Sepi. Semoga tahun depan, kami semua bisa memiliki pasangan masing-masing," ujar Ah Di menimpali.

"Aku ingin meminta pada Tuhan agar memberiku Snow Lotus yang lain," ujar Niu Nai bercanda.

"Bermimpilah! Hanya ada satu Snow Lotus," ujar Shu Wei sambil tertawa mengejek lalu mereka semua pun tertawa mendengarnya. Setelah itu mereka pun mulai membuka kadonya masing-masing dan larut dalam kegembiraan dan sukacita Natal diiringi lagu Natal yang mengalun pelan sebagai latar belakangnya.

TAMAT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar