Selasa, 23 Desember 2014

(Teaser) I Cook The Haters For You : Chapter 4

The Last Teaser from "I Cook The Haters For You"... Jangan banyak-banyak lah, kan cuma teaser doank, kalo banyak-banyak tar gak beli novelnya dong hahaha =) Namanya juga teaser, so dikit aja... Kalau anda penasaran dengan kelanjutan novel ini dan ingin tahu siapa dalang dibalik semua pembunuhan gadis-gadis muda itu, you know how to contact me right? Follow my twitter and we can make a friend too =) Saya akan membantu Anda melakukan pemesanan novelnya. Tapi kalau anda hobinya cuma gratisan, ya gak tahu lagi deh hahaha =) Cukup dengan ini aja kalau gitu dan selamat berpenasaran ria. Buat yang gak mau beli juga gak papa, saya tetap berterima kasih karena Anda sudah mau berkunjung. Love you ^.^

"Chapter 4 : The New Girl"



1 TAHUN KEMUDIAN…
Setahun berlalu sejak peristiwa mengerikan itu. Seorang gadis ditemukan tewas bersimbah darah terjatuh dari atap gedung Fakultas tempat dia belajar. Berita menyebar dengan cepat. Seluruh Korea Selatan menjadi gempar. Semua orang ketakutan.

“Mereka mengatakan bahwa seseorang yang tewas dengan tidak wajar, arwahnya pasti penasaran dan bergentayangan di tempat dia ditemukan..” ujar seorang mahasiswi dengan ngeri setiap kali berjalan melewati lokasi kejadian tempat gadis itu terjatuh dengan tragis.

“Hei, Kim Rae Na, bisa tidak kau tidak membahas gadis yang terjatuh itu?” omel temannya dengan nada ngeri sambil memandang waspada ke sekelilingnya.

“Tapi itu benar kan? Kau tahu tidak, aku selalu merasakan hawa dingin yang tidak enak setiap kali berjalan melewati tempat ini, karena akulah orang pertama yang menemukannya terjatuh malam itu.” jawab gadis yang dipanggil Rae Na itu dengan  ekspresi ngeri.

“Kau benar. Kalau boleh jujur sebenarnya aku juga merasa sedikit ngeri setiap kali aku lewat tempat ini.” jawab temannya sambil melirik ngeri lokasi kejadian perkara.

“Aku jadi berpikir, orang yang membunuhnya, tidakkah dia merasa ketakutan atau apa?” jawab Rae Na dengan rasa ingin tahu.

“Orang yang membunuhnya? Apa maksudmu Rae Na? Bukankah pihak Rektorat mengatakan kalau itu hanya bunuh diri? Gadis itu, Ketua Klub Kesenian, Lily Kim, sengaja melompat dari atap karena depresi?” tanya Shin Gin Rae mengingatkan kembali atas keputusan polisi yang memasukkan kasus ini sebagai kasus bunuh diri biasa.

“Bunuh diri? Yang benar saja! Untuk apa Lily bunuh diri? Dia pintar, dia satu-satunya mahasiswa yang selalu mendapatkan IPK paling tinggi  sejak dia masuk dikampus ini, dia Ketua Klub Kesenian, dia cantik dan gosipnya dia adalah anak orang kaya, dia tak punya alasan untuk bunuh diri dengan cara tragis seperti ini. Kau bercanda! Kurasa ini pembunuhan! Ada orang yang iri padanya.” jawab temannya itu, Kim Rae Na dengan nada seperti wartawan surat kabar populer.

“Hhuusshhh...Hati-hati! Jika memang  ini pembunuhan maka kemungkinan pembunuhnya ada di kampus ini kan? Jangan bicara keras-keras, bagaimana jika pembunuh itu mendengar kita?” ujar Gin Rae mengingatkan temannya.

“Kenapa harus takut? Jika si pembunuh itu berani membunuhku, maka aku akan menghantuinya seumur hidup.”  tantang Rae Na dengan berani.

“Kata-katamu sangat menakutkan tapi kurasa kau memang benar, pembunuhnya lah yang seharusnya takut.” ujar Gin Rae sambil melirik lokasi jatuhnya Lily setahun yang lalu.

“Jika aku jadi gadis yang mati itu, aku pasti akan menghantui mereka seumur hidup. Kita tak perlu takut pada Lily, karena bukan kita yang menyebabkan kematiannya. Sebaliknya, orang yang seharusnya takut adalah mereka yang telah  menyebabkan kematiannya.” lanjut Rae Na dengan senyum misterius.

“Apa kau tahu sesuatu yang tidak aku tahu?” tanya Gin Rae sambil  memandang  Rae Na  dengan heran.

“Bagaimana menurutmu?” jawabnya berteka-teki lalu segera berlalu pergi meninggalkan tempat itu setelah sebelumnya sempat melirik sekilas ke tempat Lily terjatuh.

Tak jauh dari mereka, seorang gadis mengamati dengan ekspresi yang tak terbaca. Dia masih teringat dengan jelas kalimat yang diucapkan kedua gadis itu barusan.

“Jika aku jadi gadis yang mati itu, aku pasti  akan menghantui mereka seumur hidup. Kita tak perlu takut pada Lily, karena bukan kita yang menyebabkan kematiannya. Sebaliknya, orang yang seharusnya takut adalah mereka yang telah  menyebabkan kematiannya...”

“Tidak mungkin! Hantu itu tak ada. Itu hanya omong kosong! Lily Kim sudah mati! Dia sudah terkubur dalam tanah. Aku tak punya alasan untuk takut padanya.” ujar gadis itu, menghibur dirinya sendiri.

Sambil memeluk bukunya dia berjalan cepat ke arah lokernya, entah kenapa dia ingin secepatnya pulang kerumahnya sekarang. Makin lama dia merasa kampus ini membuatnya hampir gila.

Dengan cepat dia mengeluarkan sebuah kunci loker dari dalam saku jaketnya, saat tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya perlahan.

“AAARGGHH!!” jeritnya ketakutan dan spontan menjatuhkan buku yang tadi dipeluknya.

“Kau ini kenapa? Tegang sekali!” ujar suara itu sambil tertawa cekikikan.

“Ini tidak lucu! Tidak bisakah kalian tidak mengagetkan aku seperti itu!” omel gadis itu pada teman-temannya.

“Easy Lidya.. Easy. Kami hanya bercanda!” jawab orang yang menyentuh pundaknya tadi.

Memutuskan untuk menghiraukan perkataan temannya, gadis itu kembali memunguti buku-bukunya yang terjatuh ke lantai dan kembali membuka lokernya, tanpa menyadari sebuah kejutan  lain sudah menantinya.

BRAKKKKKK...
Buku yang dipegang Lidya Choi terjatuh spontan saat melihat secarik foto bersimbah darah digantung di pintu lokernya.

“AAARRRGGGHHHH!” sekali lagi Lidya menjerit spontan karena terkejut dengan apa yang dilihatnya, dia menjerit dan terjengkang, bahunya menghantam loker yang ada dibelakangnya. Buku-buku yang tadi dipeluknya berhamburan ke lantai.

Hei, ada apa? Kau mengagetkan kami.” ujar Merry tak kalah kaget. Dada Lidya naik turun karena takut, dengan ngeri dipandangnya loker itu.

“Itu...Itu...” tunjuk Lidya kearah lokernya. Ketiga temannya berjalan mendekat kearah yang ditunjuk Lidya dan melihat foto seorang gadis yang sudah ternoda dengan cairan merah tergantung di lokernya. Cairan merah yang berasal dari foto itu menetes dari loker hingga ke lantai di dekat kaki Lidya. Cairan merah yang berwarna lebih gelap tergenang di dalam lokernya. Dengan ragu-ragu, Nathalie Jung meraba cairan merah itu dengan ngeri.

“Ini benar-benar darah...” suaranya mengambang, wajahnya mendadak pucat. Tapi Marcella Hong bertindak cepat dengan meraih foto bersimbah darah itu dan membuangnya ke tempat sampah dengan tangan gemetar ketakutan.

Bukan hanya itu saja, di dalam loker itu ternyata diselipkan sebuah surat dengan tinta merah dan setangkai bunga Lily yang disematkan di tengahnya, kelopak putih bunga Lily itu menjadi berwarna merah karena terkena noda merah dari tinta di surat itu.

“Apa itu?” tanya Merry sambil menarik secarik kertas dengan ragu-ragu dan perlahan membuka lipatannya.

“Bagaimana rasanya sudah membully dan menyakiti seseorang dan belum sempat meminta maaf padanya bahkan sampai dia meninggal? Apa kau bahagia? I KNOW WHAT YOU DID AND I WILL MAKE YOU PAY! JUST BEWARE!” itu kalimat yang tertulis dikertas  itu. Sekali lagi ditulis dengan darah yang masih menetes.

“Ini bukan tinta merah...Ini darah!” sekarang giliran Merry yang menyentuh cairan merah itu dengan  ngeri , bau anyir darah langsung menembus rongga hidungnya begitu kertasnya dibuka.

“Ini hanya ulah orang iseng...Tidak perlu dibesar-besarkan.” lanjut Merry sok berani, lebih kepada dirinya sendiri.

“Merry, tapi apa kau sadar itu foto siapa? Itu foto gadis yang mati itu.” seru Lidya tercekat.

“Lalu? Dia sudah mati. Dia tidak mungkin bangkit dari kubur lalu menuntut balas pada kita kan?” sergah Merry masih dengan sok berani.

“Lagipula kau yang menusuk dan mendorongnya sampai mati. Itu salahmu Nona Lidya Choi.” tambah Merry dingin, menyalahkan sepupunya.

“Bagaimana bisa kau bilang itu salahku? Kita semua terlibat.” protes Lidya tak terima, menatap sepupunya dengan tajam.

“Jangan lupa kau yang menyiram wajahnya dengan air keras, Merry Hwang! Lidya berkata sambil tersenyum licik pada sepupunya, yang spontan wajahnya menjadi pucat karena diingatkan pada kejadian itu.

Merasa terdesak, Merry memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah ini.
“Kita lupakan saja! Anggap saja tidak terjadi apa-apa.” serunya dengan suara gemetar tapi kemudian melangkah pergi, diikuti ketiga temannya.

“Tapi siapa yang mengirim semua itu?” protes Lidya ketakutan, suaranya masih terdengar gemetar.

“Sudah kubilang itu hanya ulah orang iseng.” sergah Merry berusaha terlihat berani, walau sebenarnya dia juga merasa tak aman lagi.

Dari balik koridor itu, tanpa mereka sadari seorang gadis mengintai dengan seringai dingin.

“Ini baru dimulai.” gumamnya penuh dendam seraya memasukkan setangkai bunga Lily dalam saku jaketnya dan berlalu pergi dengan santai, seolah-olah tak terjadi apa-apa.

============

NB : Penasaran dengan kelanjutan kisah ini? Ingin tahu siapa pelaku pembunuhan dan teror yang menghantui Seoul University? Pastikan Anda tidak lupa untuk mengoleksi novel thriller yang satu ini. Kebingungan bagaimana membelinya? Anda bisa menghubungi saya di Wattpad : @LilianaTan1708 dan saya akan membantu Anda melakukan pemesanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar