Selasa, 23 Desember 2014

(Teaser) I Cook The Haters For You : Chapter 3

Everything Happened for reason... Semua yang terjadi di dunia ini pasti terjadi karena alasan. Begitu juga dengan semua pembantaian yang terjadi di Seoul University. Ada sebab, pasti ada akibat. Tak mungkin ada asap jika tak ada api, benarkan? Apa yang kau tabur, itulah yang kau tuai. Balas Dendam...Mungkin ini adalah alasan yang terdengar sangat klise, tapi bagaimana bila kenyataannya semua pembunuhan berantai yang terjadi selama ini memang karena sebuah balas dendam? Well, ada baiknya mulai sekarang Anda semua berhati-hati dalam bertindak, karena apa yang kita lakukan hari ini, akan berimbas pada apa yang akan terjadi pada kita di masa depan. Seseorang yang berbuat jahat pasti akan mendapatkan balasannya suatu hari nanti. So, ayo kita berbuat baik aja deh mulai sekarang, jangan menyakiti orang lain jika kita tidak ingin disakiti...

"Chapter 3 : I Know What You Did!"



Semuanya berawal dari sini, Seoul University setahun yang lalu. Seoul University adalah sebuah kampus yang tenang dan damai, sebagai salah satu kampus terbaik di Korea Selatan, tak heran jika Seoul University mendapat predikat kampus favorit, setidaknya itulah yang tampak selama ini. Banyak calon mahasiswa yang bermimpi bisa kuliah disana, mereka menganggap kuliah disana adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Tapi itu tidaklah lama karena sebuah tragedi mengerikan akan segera terjadi dan mungkin akan membuat para calon mahasiswa itu  berpikir dua kali sebelum memutuskan kuliah ditempat ini.

Sore itu di salah satu ruang kelas yang sepi, seorang gadis berambut panjang lurus sedang duduk menyendiri di sudut ruang kelasnya. Semua teman-teman sekelasnya sudah pulang sedari tadi, tapi dia justru duduk menyendiri disini dan asyik menulis. Menulis semua mimpinya didalam sebuah buku, tenggelam dalam lamunannya hingga tidak menyadari jika dia tidak sendiri lagi di kelas itu. 

“Dan akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia selamanya.” cibir seorang gadis lain seraya merebut buku itu dari gadis itu.

“Kembalikan! Lidya Choi, apa yang kau mau?” seru gadis itu seraya bangkit berdiri dan mencoba merebut kembali bukunya. 

“Sungguh lucu! Berhentilah bermimpi gadis bodoh dan lihatlah kenyataan! Tidak ada hidup yang seindah itu. Lagipula apa ini? Lily Kim dan Yoon Jae Ha? Kau menulis kisahmu sendiri hah? Kau bermimpi menikah dengan Idola kampus, apa kau pikir dia akan melirikmu? Sadarlah Nona Pemimpi! Bangun dari tidurmu!” sentak gadis yang bernama Lidya Choi itu.

Lidya Choi adalah putri seorang mantan Duta Besar Korea untuk Indonesia. Memiliki ayah seorang mantan Duta Besar otomatis membuatnya menjadi salah satu gadis terkaya di Seoul University, itu sebabnya dia menjadi sangat sombong  dan  angkuh.

Bersama kedua teman  akrabnya dan sepupunya yang berasal dari level status yang sama, Marcella Hong, yang adalah Putri Rektor kampus itu, Merry Hwang, yang  adalah  sepupu Lidya dari pihak Ibu serta  Nathalie Jung, yang  adalah Putri dari Wakil Presiden Korea Selatan, keempatnya kerap kali bersikap sombong dan suka menyiksa teman-temannya yang  mereka anggap memiliki status dan kedudukan lebih rendah  dari mereka.  Bullying , mungkin itu istilah tepatnya.

Merasa menjadi gadis paling cantik, populer, kaya dan berkuasa telah membuat mereka lupa diri  dan  bersikap seenaknya. Dan kali ini sasaran pembullyan mereka adalah seorang gadis pendiam dan penyendiri  yang hobi menulis.

Apa yang kau tabur itulah yang kau tuai. Mereka berempat tak menyadari bahwa tindakan mereka saat ini akan menjadi bumerang bagi diri mereka suatu hari nanti.

“Apa yang kutulis itu bukan urusanmu! Akulah penulisnya, aku berhak menuliskan apa saja yang aku sukai. Apa hakmu melarangku? Kenapa kau begitu suka menggangguku?” gadis itu, Lily Kim berkata dengan berani.

“Jadi kau berani melawanku? Seret dia keluar!” seru gadis itu, Lidya Choi pada ketiga temannya yang langsung mengiyakan perintahnya dan seketika itu juga mereka menarik gadis malang itu dari kelas dan membawanya keatas atap dengan menjambak rambut panjangnya.

“Apa yang kalian mau? Lepaskan aku!” seru Lily, berteriak ketakutan saat keempat gadis itu, Lidya Choi, Marcella Hong, Merry Hwang dan Nathalie Jung menyeretnya ke atas atas sambil menarik rambut panjangnya yang lurus.

Lily meringis kesakitan sambil terus meronta, dia berteriak meminta pertolongan tapi tak ada seorangpun yang datang menolongnya.

Saat itu Seoul sudah memasuki akhir Musim Gugur, udara perlahan berubah menjadi dingin sehingga banyak mahasiswa yang memilih langsung pulang ke rumah  masing-masing begitu  kuliah mereka selesai, apalagi waktu saat itu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Di kampus yang sebesar itu mungkin hanya mereka berlima yang masih berkeliaran  pada jam-jam seperti ini.

“Hahahaha...Kita lihat saja apa Pangeran Berkuda Putihmu itu akan datang menolongmu.” seru Marcella dengan sinis seraya melempar tubuh gadis malang itu ke lantai  atap. 

Lily terjatuh ke lantai dan kepalanya tanpa sengaja membentur balok penyangga atap yang keras, darah menetes pelan dari pelipisnya yang terluka. Dia berusaha berdiri tapi belum sempat dia melakukannya,  sebuah siksaan lain menderanya.

PLAAAAKKKKKK…
Sebuah tamparan keras mendarat keras dipipi Lily dan darah segar meluncur deras dari bibir mungilnya. Marcella Hong, pelaku penamparan hanya menatapnya dengan sinis.

“Apa kau tahu kalau kami muak dengan wajahmu yang sok polos itu? Harusnya dulu Ayahku tidak perlu menerimamu di kampus ini. Kau hanya sampah menyebalkan!” serunya jahat.  

Dengan airmata berlinang, Lily menatap semua penyiksanya satu demi satu, dalam hati dia bersumpah bahwa mereka pasti akan membayar semua perbuatan itu padanya suatu hari nanti.

“Apa kau lihat-lihat?” tanya Nathalie Jung dengan sinis sambil menjambak rambut panjang Lily ke belakang dan terus mendorongnya ke pinggir atap. 

“Aaarrgghhh!” teriak Lily kesakitan saat wajahnya disiram air keras oleh Merry Hwang, salah satu gadis terkaya dan juga sepupu Lidya.

Lily mengerang merasakan sakit yang menerpa wajahnya, dia merasakan wajahnya memanas, gadis itu meringkuk sambil menangis tak berdaya seraya memegangi wajahnya yang terkena siraman air keras. 

“TO...LONG! Seseorang tolong aku!” batinnya miris, tak mampu menyuarakannya. Siraman air keras itu juga mengenai lehernya, membakar pita suaranya, membuatnya tak mampu berkata-kata. Tapi keempat gadis jahat didepannya terus tertawa dengan bahagia. Puas menyiksa gadis itu dan melihatnya kesakitan.

“Hahahaha...Rasakan kau! Harusnya kau tidak melawan kami.“ ucap Lidya sinis dengan tawa jahatnya yang nyaring.

“Makanya jangan sok jadi anak pintar. Lagakmu yang sok polos itu membuat kami muak. Apa hebatnya menjadi Ketua Klub Kesenian? Pintar, berbakat, cantik, kesal sekali kami mendengarnya. Bagi kami, kau hanyalah sampah yang harus disingkirkan. Apa kau tahu kalau kehadiranmu selalu membayangi kami dan itu membuat kami muak setengah mati?” lanjut Nathalie dengan kesal

“Enaknya kita apakan gadis sialan ini?” tanya Marcella dingin seraya meminta pendapat teman-temannya.

“Kita dorong saja dari atas, bagaimana? Sangat menyenangkan rasanya melihat wajahnya hancur saat menghantam tanah.” usul Lidya dengan jahatnya dengan senyum sinis tersungging di bibirnya. 

“Apa tidak apa-apa? Itu pembunuhan.” Marcella terlihat ragu sambil melirik kanan kiri seolah-olah takut jika ada seseorang yang melihat perbuatan mereka.

“Bukan pembunuhan bila dia sendiri yang melompat kan?” sanggah Merry, secara tidak langsung mendukung usulan Lidya yang sudah lebih dulu berjalan perlahan mendekati gadis itu dengan sebilah pisau di tangannya. Pisau yang sepertinya memang sejak awal sudah tersimpan rapi dalam tasnya.

Merry segera berbalik kearah sepupunya yang perlahan menghampiri Lily yang sejak tadi hanya meringkuk merasakan sakitnya siraman air keras di wajahnya. Darah segar mengalir di pipinya, kulit wajahnya mulai mengelupas dan gadis itu menangis keras dengan tubuh yang gemetaran.

“Berdiri!” perintah Lidya sambil menarik lengan Lily kasar dan mendorongnya ke tepi  atap. 

“LOMPAT! AKU INGIN KAU LOMPAT! SEKARANG!” serunya kejam, Lily hanya menggeleng takut tanpa mampu bicara, tenggorokannya tercekat merasakan siraman air keras di wajah dan lehernya, pandangannya mulai kabur, matanya terasa perih karena terkena air keras itu.

“TI...DAK! JA...NGAN!”ujarnya terbata-bata, tapi Lidya semakin melangkah dengan cepat, menyudutkannya seraya mengacungkan sebuah belati kearahnya, dan sedetik kemudian menancapkan belati itu kearah perut Lily, darah segar mengalir deras dari perut gadis itu saat belati itu menancap di perutnya.

Lily mengerang pelan, tak mampu berteriak, matanya terbelalak ngeri sambil mengamati belati yang tertancap di perutnya lalu sedetik kemudian, tubuhnya lunglai dan jatuh melayang dari gedung atap kampus dan berbedam keras di tanah. 

“Mudah sekali! Cukup satu dorongan dan matilah kau! Selamat tinggal Lily Kim! inilah akhir kisahmu. Hahahaha...” teriaknya puas, sementara ketiga temannya hanya memandangnya dengan kaget. Mereka tak menyangka Lidya benar-benar mendorongnya.

“Kau benar-benar membunuhnya? Kukira kita hanya mengancam.” ujar Marcella ketakutan. 

“Aku tidak membunuhnya, dia sendiri yang melompat dari sana.” sahut  Lidya santai lalu berlalu pergi dari sana.

Nathalie Jung, Merry Hwang dan Marcella Hong hanya mampu melihat dengan ngeri sesosok tubuh yang sekarang terkulai di tanah dengan bergelimang darah. Tanpa mereka sadari  ada seseorang yang melihat perbuatan jahat mereka. 

Sosok itu mengamati video CCTV di hadapannya dengan ngeri dan tak percaya. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana keempat gadis populer yang menyebut diri mereka Ratu Kampus bisa melakukan hal sekeji itu. Mereka berempat bukan hanya menyiksa gadis malang itu tapi juga menusuknya dan mendorongnya jatuh dari  atap.

Dan sepertinya mereka melakukan semua itu tanpa mereka sadari bahwa ada kamera pengawas yang diletakkan disetiap sudut wilayah kampus itu untuk menjaga keamanan kampus dari berbagai tindak kejahatan di malam hari yang belakangan kian marak, dan kini seseorang sedang mengawasi semua yang mereka lakukan  dari sana. 

Kamera itu bukan hanya melihat tapi juga merekam setiap hal yang terjadi disana. Sosok itu masih memandang tak percaya layar komputer di hadapannya, shock, tak mampu  bergerak atau melakukan apapun selain memandang ngeri tak percaya.

To be continued...

Tersedia di : Diandra Creative
Harga : IDR 50.000 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar