Selasa, 23 Desember 2014

(Teaser) Rain And Tears : Chapter 1

So, here is the first one... Cuplikan pertama dari empat cuplikan (teaser) yang akan saya bagikan sebagai tester untuk Anda sekalian. Well, jika tertarik anda bisa menghubungi saya melalui Twitter untuk melakukan pemesanan Novelnya. Kalau pun tidak, terima kasih sudah membuang waktu untuk membaca testernya, semoga kita berjodoh lain kali hehehe =) Happy Reading...

"Chapter 1 : I'm Not Miss Perfect !!"



National Taiwan University...
Seorang gadis cantik bertubuh tinggi semampai dan berambut panjang, hitam dan lurus berdiri termenung memandang awan hitam yang ada di luar jendela, kearah langit yang perlahan-lahan menjadi gelap dan tak mampu lagi menahan tetes hujan yang perlahan turun membasahi bumi.

Pagi ini, hujan masih menghias kota dimana aku tinggal, Taipei. Banyak orang bilang hari hujan membuat sedih, seseorang di suatu tempat mungkin sedang menangis.” gumamnya lirih sambil terus menatap tetes-tetes air hujan yang menempel di kaca jendela ruangan itu. Sendiri. Gadis itu hanya berdiri seorang diri didepan jendela ruang seni di National Taiwan University tempat gadis itu belajar.

Taipei, ibukota Taiwan yang terletak di Taiwan bagian utara yang merupakan pusat pemerintahan dan ekonomi sejak dulu. Taipei adalah kota metropolitan yang bersifat international yang berpopulasi sekitar 2,6 juta penduduk, di mana disini juga terdapat gedung tertinggi kedua di dunia yaitu, Taipei 101 Tower.

Taipei seperti sebuah mangkok yang di kelilingi pegunungan, beriklim tropis dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Musim panas di Taipei memang identik dengan hujan, hujan yang turun hampir setiap hari.

Gadis muda itu sedang asyik memandang tetes-tetes hujan itu saat tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan seorang pria muda muncul dan mengagetkannya.

“Hujannya deras sekali.” seorang pria muda bertubuh tinggi, berambut coklat sedikit panjang dan berwajah tampan setengah berlari masuk ke dalam ruangan dan dengan cepat menutup pintunya. Gadis muda itu terlonjak, tidak mengantisipasi kehadiran orang lain disana.

“Apa yang kau lakukan di ruang seni?” tanya gadis itu terkejut. Pria muda yang setengah basah kuyup itu terlonjak kaget saat mengetahui dia tidak sendiri.

“Ah...Maaf. Kupikir tak ada orang lain disini. Diluar hujan turun sangat deras, payungku ada didalam mobil dan mobilku kuparkirkan jauh dari sini, jadi terpaksa aku kembali kemari.” Jawabnya canggung, dia benar-benar tidak enak karena menerobos masuk tanpa permisi.

Kulihat hanya pintu ruang seni yang terbuka, kupikir mereka lupa menguncinya jadi aku ingin menumpang berteduh sejenak. Kau sendiri, apa yang kau lakukan disini?” tanya pria muda itu pada gadis muda di hadapannya.

Gadis itu hanya terdiam dan duduk di salah satu kursi yang kosong yang ada di tengah ruangan, dihadapannya terdapat sebuah kanvas melukis yang berukuran besar. Tanpa suara gadis itu segera mengambil sebuah kuas dan mulai melukiskan sesuatu disana.

“Aku menghabiskan hari-hariku disini sejak semester pertamaku di kampus ini.” jawabnya singkat sambil mulai melukis sesuatu. Pria muda itu perlahan mendekatinya sambil menatapnya penasaran dan setelah dia berdiri dibelakang gadis itu dan melihat lukisannya barulah dia berseru tertahan.

“Kurasa aku tahu siapa kau. Apa kau Rainy Yang Thien Yu? Si Gadis ‘Hujan’ yang populer itu? Kau gadis berbakat itu kan? Mahasiswa Fakultas Seni dan Ketua Klub Kesenian, benar tidak?” tebaknya saat melihat lukisan gadis itu.

Lukisan yang dipajang di kantin kampus kita, itu lukisanmu kan? Mereka bilang kau gadis yang sempurna. Tapi kurasa kau biasa saja.” lanjut pria muda itu dengan polosnya.

“Oh ya, Aku Yin Feng... Lu Yin Feng, Yin () yang berarti ‘Awan’ dan Feng () yang berarti ‘Angin’. Ketua Senat. Apa kau tidak mengenalku? Omong-omong, aku harus memanggilmu siapa? Rainy atau Thien Yu? Bukankah kau lebih populer dengan nama Rainy Yang?” tanyanya lagi. Dia terlihat seperti berusaha menarik perhatian gadis itu yang sedari tadi hanya terdiam.

“Hei, bukankah namamu berasal dari kata Langit dan Hujan? ‘Thien ()’ yang berarti Langit dan ‘Yu ()’ yang berarti Hujan.” lanjut pria muda itu memperkenalkan dirinya, tapi Rainy hanya diam saja.

“Terserah kau saja. Yang mana pun tak masalah. jawab Rainy dengan santai.
“Benar. Apalah artinya sebuah nama? Rainy atau Thien Yu, kau tetaplah kau. Gadis yang sempurna. Kaya, pintar, berbakat dan cantik. Gadis yang membuat iri semua orang. Bagaimana kalau kupanggil Rainy saja?” ujar Yin Feng memuji. Gadis itu hanya tersenyum kecil mendengar semua pujian yang ditujukan untuknya.

“Sempurna? Andai saja mereka tahu bahwa hidupku tidak sesempurna yang mereka kira.” jawabnya kecil dengan tersenyum pahit.

Tetes-tetes air di luar jendela terlihat mulai berkurang, tanda hujan sudah mulai reda. Gadis itu tersenyum singkat lalu segera membereskan barang-barangnya dan berlalu pergi. Tapi saat dia berdiri, secarik kertas terjatuh dari dalam tasnya. Yin Feng spontan memungutnya dan memandangnya dengan kagum.

“Apa ini milikmu? Indah sekali. Apa ini?” tanyanya, spontan menghentikan langkah gadis itu. Dengan perlahan Rainy menoleh dan tersenyum tipis.

“M-A-R-S. Mars. Huo Xing (Planet Merah) atau Zhan Shen (Dewa Perang)?” Yin Feng membaca keterangan di sketsa itu dan bertanya singkat.

Huo Xing. Planet Merah. Mars yang membara. Mars yang bersemangat. Mars yang selalu menimbulkan pertanyaan banyak orang tentang misteri kehidupan di dalamnya. Mars, sebuah misteri bagi dunia yang sampai sekarang masih belum ditemukan jawabannya.” jawab Rainy, menjelaskan apa yang dilukisnya.

“Benar. Kenapa sebelumnya aku tidak menyadarinya? Gunung-gunung ini, lembah-lembah dan sungai-sungai adalah bentuk permukaan Mars. Persis seperti foto yang bertebaran di dunia maya. Hanya saja kau melukisnya menjadi benar-benar hidup. Seolah-olah bila melihat lukisan ini, orang-orang akan merasa memang benar-benar ada kehidupan di Planet Mars. Sebuah kehidupan yang berbeda dari kehidupan kita di bumi. Tapi aku masih tak mengerti, kenapa kau memilih tema ini?” tanya Yin Feng  ingin tahu.

“Karena aku memang berharap ada sebuah kehidupan baru di Planet Mars yang berbeda dari kehidupan di bumi. Itulah alasannya.” jawab Rainy dengan pandangan mata menerawang, sorot mata penuh kesedihan jelas tergambar disana.

To be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar