Everything Happened for reason... Semua yang terjadi di dunia ini pasti terjadi karena alasan. Begitu juga dengan semua pembantaian yang terjadi di Seoul University. Ada sebab, pasti ada akibat. Tak mungkin ada asap jika tak ada api, benarkan? Apa yang kau tabur, itulah yang kau tuai. Balas Dendam...Mungkin ini adalah alasan yang terdengar sangat klise, tapi bagaimana bila kenyataannya semua pembunuhan berantai yang terjadi selama ini memang karena sebuah balas dendam? Well, ada baiknya mulai sekarang Anda semua berhati-hati dalam bertindak, karena apa yang kita lakukan hari ini, akan berimbas pada apa yang akan terjadi pada kita di masa depan. Seseorang yang berbuat jahat pasti akan mendapatkan balasannya suatu hari nanti. So, ayo kita berbuat baik aja deh mulai sekarang, jangan menyakiti orang lain jika kita tidak ingin disakiti...
"Chapter 3 : I Know What You Did!"
Semuanya berawal dari sini, Seoul University setahun yang lalu. Seoul University adalah
sebuah kampus yang tenang dan damai, sebagai salah satu kampus terbaik di Korea
Selatan, tak heran jika Seoul University mendapat predikat kampus favorit,
setidaknya itulah yang tampak selama ini. Banyak calon mahasiswa yang bermimpi
bisa kuliah disana, mereka menganggap kuliah disana adalah sebuah kebanggaan
tersendiri. Tapi itu tidaklah lama karena sebuah tragedi mengerikan akan segera
terjadi dan mungkin akan membuat para calon mahasiswa itu berpikir dua
kali sebelum memutuskan kuliah ditempat ini.
Sore itu di salah satu ruang kelas yang sepi, seorang gadis berambut panjang lurus sedang duduk menyendiri di sudut
ruang kelasnya. Semua teman-teman sekelasnya sudah pulang sedari tadi, tapi dia
justru duduk menyendiri disini dan asyik menulis. Menulis semua mimpinya didalam sebuah buku,
tenggelam dalam lamunannya hingga tidak menyadari jika dia tidak sendiri lagi
di kelas itu.
“Dan akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia
selamanya.” cibir seorang gadis lain seraya merebut buku itu dari gadis itu.
“Kembalikan! Lidya Choi, apa yang kau mau?” seru gadis itu seraya bangkit berdiri dan mencoba merebut kembali bukunya.
“Sungguh lucu! Berhentilah bermimpi gadis bodoh dan
lihatlah kenyataan! Tidak ada hidup yang seindah itu. Lagipula apa ini? Lily Kim dan Yoon Jae Ha? Kau
menulis kisahmu sendiri hah? Kau bermimpi menikah dengan Idola kampus, apa kau
pikir dia akan melirikmu? Sadarlah Nona Pemimpi! Bangun dari tidurmu!” sentak
gadis yang bernama Lidya Choi itu.
Lidya Choi adalah putri seorang
mantan Duta Besar Korea untuk Indonesia. Memiliki ayah seorang mantan Duta
Besar otomatis membuatnya menjadi salah satu gadis terkaya di Seoul University,
itu sebabnya dia menjadi sangat sombong dan angkuh.
Bersama kedua teman
akrabnya dan sepupunya yang berasal dari level status yang sama, Marcella Hong,
yang adalah Putri Rektor kampus itu, Merry Hwang, yang adalah
sepupu Lidya dari pihak Ibu serta Nathalie Jung, yang adalah Putri
dari Wakil Presiden Korea Selatan, keempatnya kerap kali bersikap sombong dan
suka menyiksa teman-temannya yang mereka anggap memiliki status dan
kedudukan lebih rendah dari mereka. Bullying , mungkin itu istilah tepatnya.
Merasa menjadi gadis paling
cantik, populer, kaya dan berkuasa telah membuat mereka lupa diri
dan bersikap seenaknya. Dan kali ini sasaran pembullyan mereka adalah
seorang gadis pendiam dan penyendiri yang hobi menulis.
Apa yang kau tabur itulah yang
kau tuai. Mereka berempat tak menyadari bahwa tindakan mereka saat ini akan
menjadi bumerang bagi diri mereka suatu hari nanti.
“Apa yang kutulis itu bukan urusanmu! Akulah penulisnya, aku berhak menuliskan apa saja
yang aku sukai. Apa hakmu melarangku? Kenapa kau begitu
suka menggangguku?” gadis itu, Lily Kim berkata dengan berani.
“Jadi kau berani melawanku? Seret dia keluar!” seru
gadis itu, Lidya Choi pada ketiga temannya yang langsung mengiyakan perintahnya
dan seketika itu juga mereka menarik gadis malang itu dari kelas dan membawanya
keatas atap dengan menjambak rambut panjangnya.
“Apa yang kalian mau? Lepaskan aku!” seru Lily,
berteriak ketakutan saat keempat gadis itu, Lidya Choi, Marcella
Hong, Merry
Hwang dan Nathalie
Jung menyeretnya ke atas atas sambil menarik rambut
panjangnya yang lurus.
Lily meringis kesakitan sambil terus meronta, dia
berteriak meminta pertolongan tapi tak ada seorangpun yang datang menolongnya.
Saat itu Seoul sudah memasuki akhir Musim Gugur, udara
perlahan berubah menjadi dingin sehingga banyak mahasiswa yang memilih langsung
pulang ke rumah masing-masing begitu kuliah mereka selesai, apalagi
waktu saat itu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Di kampus yang sebesar itu
mungkin hanya mereka berlima yang masih berkeliaran pada jam-jam seperti
ini.
“Hahahaha...Kita lihat saja apa Pangeran Berkuda
Putihmu itu akan datang menolongmu.” seru Marcella dengan sinis seraya melempar
tubuh gadis malang itu ke lantai atap.
Lily terjatuh ke lantai dan kepalanya tanpa sengaja
membentur balok penyangga atap yang keras, darah menetes pelan dari pelipisnya
yang terluka. Dia berusaha berdiri tapi belum sempat dia melakukannya,
sebuah siksaan lain menderanya.
PLAAAAKKKKKK…
Sebuah tamparan keras mendarat keras dipipi Lily dan
darah segar meluncur deras dari bibir mungilnya. Marcella Hong, pelaku
penamparan hanya menatapnya dengan sinis.
“Apa kau tahu kalau kami muak dengan wajahmu yang sok polos itu? Harusnya dulu Ayahku tidak perlu menerimamu di kampus ini. Kau hanya
sampah menyebalkan!” serunya jahat.
Dengan airmata berlinang, Lily menatap semua
penyiksanya satu demi satu, dalam hati dia bersumpah bahwa mereka pasti akan
membayar semua perbuatan itu padanya suatu hari nanti.
“Apa kau lihat-lihat?” tanya Nathalie Jung dengan
sinis sambil menjambak rambut panjang Lily ke belakang dan terus mendorongnya
ke pinggir atap.
“Aaarrgghhh!” teriak Lily kesakitan saat wajahnya
disiram air keras oleh Merry Hwang, salah satu gadis terkaya dan juga sepupu
Lidya.
Lily mengerang merasakan sakit yang menerpa wajahnya,
dia merasakan wajahnya memanas, gadis itu meringkuk sambil menangis tak berdaya
seraya memegangi wajahnya yang terkena siraman air keras.
“TO...LONG! Seseorang tolong aku!” batinnya miris, tak
mampu menyuarakannya. Siraman air keras itu juga mengenai lehernya, membakar
pita suaranya, membuatnya tak mampu berkata-kata. Tapi keempat gadis jahat
didepannya terus tertawa dengan bahagia. Puas menyiksa gadis itu dan melihatnya
kesakitan.
“Hahahaha...Rasakan kau! Harusnya kau tidak melawan
kami.“ ucap Lidya sinis dengan tawa jahatnya yang nyaring.
“Makanya jangan sok jadi anak pintar. Lagakmu yang sok
polos itu membuat kami muak. Apa hebatnya menjadi Ketua Klub
Kesenian? Pintar, berbakat, cantik, kesal sekali kami mendengarnya. Bagi kami, kau
hanyalah sampah yang harus disingkirkan. Apa kau tahu kalau kehadiranmu selalu
membayangi kami dan itu membuat kami muak setengah mati?” lanjut Nathalie dengan kesal.
“Enaknya kita apakan gadis sialan ini?” tanya Marcella
dingin seraya meminta pendapat teman-temannya.
“Kita dorong saja dari atas, bagaimana? Sangat
menyenangkan rasanya melihat wajahnya hancur saat menghantam tanah.” usul Lidya
dengan jahatnya dengan senyum sinis tersungging
di bibirnya.
“Apa tidak apa-apa? Itu pembunuhan.” Marcella terlihat
ragu sambil melirik kanan kiri seolah-olah takut jika ada seseorang yang
melihat perbuatan mereka.
“Bukan pembunuhan bila dia sendiri yang melompat kan?”
sanggah Merry, secara tidak langsung mendukung usulan Lidya yang sudah lebih
dulu berjalan perlahan mendekati gadis itu dengan sebilah pisau di tangannya.
Pisau yang sepertinya memang sejak awal sudah tersimpan rapi dalam tasnya.
Merry segera berbalik kearah sepupunya yang perlahan
menghampiri Lily yang sejak tadi hanya meringkuk merasakan sakitnya siraman air
keras di wajahnya. Darah segar mengalir di pipinya, kulit wajahnya mulai
mengelupas dan gadis itu menangis keras dengan tubuh yang gemetaran.
“Berdiri!” perintah Lidya sambil menarik lengan Lily kasar dan
mendorongnya ke tepi atap.
“LOMPAT! AKU INGIN KAU LOMPAT! SEKARANG!” serunya
kejam, Lily hanya menggeleng takut tanpa mampu bicara, tenggorokannya tercekat
merasakan siraman air keras di wajah dan lehernya, pandangannya mulai kabur,
matanya terasa perih karena terkena air keras itu.
“TI...DAK! JA...NGAN!”ujarnya terbata-bata, tapi Lidya semakin
melangkah dengan cepat, menyudutkannya seraya mengacungkan sebuah belati
kearahnya, dan sedetik kemudian menancapkan belati itu kearah perut Lily, darah
segar mengalir deras dari perut gadis itu saat belati itu menancap di perutnya.
Lily mengerang pelan, tak mampu berteriak, matanya
terbelalak ngeri sambil mengamati belati yang tertancap di perutnya lalu
sedetik kemudian, tubuhnya lunglai dan jatuh melayang dari gedung atap kampus
dan berbedam keras di tanah.
“Mudah sekali! Cukup satu dorongan dan matilah kau!
Selamat tinggal Lily Kim! inilah akhir kisahmu. Hahahaha...” teriaknya puas,
sementara ketiga temannya hanya memandangnya dengan kaget. Mereka tak menyangka
Lidya benar-benar mendorongnya.
“Kau benar-benar membunuhnya? Kukira kita hanya
mengancam.” ujar Marcella ketakutan.
“Aku tidak membunuhnya, dia sendiri yang melompat dari sana.”
sahut Lidya santai lalu berlalu pergi dari sana.
Nathalie Jung, Merry Hwang dan Marcella Hong hanya mampu
melihat dengan ngeri sesosok tubuh yang sekarang terkulai di tanah dengan
bergelimang darah. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat
perbuatan jahat mereka.
Sosok itu mengamati video CCTV di hadapannya dengan
ngeri dan tak percaya. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana
keempat gadis populer yang menyebut diri mereka Ratu Kampus bisa melakukan hal
sekeji itu. Mereka berempat bukan hanya menyiksa gadis malang itu tapi juga
menusuknya dan mendorongnya jatuh dari atap.
Dan sepertinya mereka melakukan semua itu tanpa mereka
sadari bahwa ada kamera pengawas yang diletakkan disetiap sudut wilayah kampus
itu untuk menjaga keamanan kampus dari berbagai tindak kejahatan di malam hari
yang belakangan kian marak, dan kini seseorang sedang mengawasi semua yang mereka
lakukan dari sana.
Kamera itu bukan hanya melihat tapi juga merekam
setiap hal yang terjadi disana. Sosok itu masih memandang tak percaya layar komputer di
hadapannya, shock, tak mampu bergerak atau melakukan apapun selain
memandang ngeri tak percaya.
To be continued...
Tersedia di : Diandra Creative
Harga : IDR 50.000
To be continued...
Tersedia di : Diandra Creative
Harga : IDR 50.000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar