The Last Teaser from "I Cook The Haters For You"... Jangan banyak-banyak lah, kan cuma teaser doank, kalo banyak-banyak tar gak beli novelnya dong hahaha =) Namanya juga teaser, so dikit aja... Kalau anda penasaran dengan kelanjutan novel ini dan ingin tahu siapa dalang dibalik semua pembunuhan gadis-gadis muda itu, you know how to contact me right? Follow my twitter and we can make a friend too =) Saya akan membantu Anda melakukan pemesanan novelnya. Tapi kalau anda hobinya cuma gratisan, ya gak tahu lagi deh hahaha =) Cukup dengan ini aja kalau gitu dan selamat berpenasaran ria. Buat yang gak mau beli juga gak papa, saya tetap berterima kasih karena Anda sudah mau berkunjung. Love you ^.^
"Chapter 4 : The New Girl"
1 TAHUN KEMUDIAN…
Setahun
berlalu sejak peristiwa mengerikan itu. Seorang gadis ditemukan tewas bersimbah darah terjatuh dari atap gedung Fakultas tempat
dia belajar. Berita menyebar dengan cepat. Seluruh Korea Selatan menjadi
gempar. Semua orang ketakutan.
“Mereka
mengatakan bahwa seseorang yang tewas dengan tidak wajar, arwahnya pasti
penasaran dan bergentayangan di tempat dia ditemukan..” ujar seorang mahasiswi
dengan ngeri setiap kali berjalan melewati lokasi kejadian tempat gadis itu
terjatuh dengan tragis.
“Hei,
Kim Rae Na, bisa tidak kau tidak membahas gadis yang terjatuh itu?” omel
temannya dengan nada ngeri sambil memandang waspada ke sekelilingnya.
“Tapi
itu benar kan? Kau tahu tidak, aku selalu merasakan hawa dingin yang tidak enak
setiap kali berjalan melewati tempat ini, karena akulah orang pertama yang
menemukannya terjatuh malam itu.” jawab gadis yang dipanggil Rae Na itu
dengan ekspresi ngeri.
“Kau
benar. Kalau boleh jujur sebenarnya aku juga merasa sedikit ngeri setiap kali
aku lewat tempat ini.” jawab temannya sambil melirik ngeri lokasi kejadian
perkara.
“Aku jadi berpikir, orang yang membunuhnya,
tidakkah dia merasa ketakutan atau apa?” jawab Rae Na dengan
rasa ingin tahu.
“Orang
yang membunuhnya? Apa maksudmu Rae Na? Bukankah pihak Rektorat
mengatakan kalau itu hanya bunuh diri? Gadis itu, Ketua Klub Kesenian, Lily
Kim, sengaja melompat dari atap karena depresi?” tanya
Shin Gin Rae mengingatkan kembali atas keputusan
polisi yang memasukkan kasus ini sebagai kasus
bunuh diri biasa.
“Bunuh
diri? Yang benar saja! Untuk apa Lily bunuh diri? Dia pintar, dia satu-satunya
mahasiswa yang selalu mendapatkan IPK paling tinggi sejak dia masuk dikampus ini, dia Ketua Klub
Kesenian, dia cantik dan gosipnya dia adalah anak orang kaya, dia tak punya
alasan untuk bunuh diri dengan cara tragis seperti ini. Kau bercanda! Kurasa
ini pembunuhan! Ada orang yang iri padanya.” jawab temannya
itu, Kim Rae Na dengan nada seperti wartawan surat
kabar populer.
“Hhuusshhh...Hati-hati!
Jika memang ini pembunuhan maka
kemungkinan pembunuhnya ada di kampus ini kan? Jangan bicara keras-keras,
bagaimana jika pembunuh itu mendengar kita?” ujar Gin Rae
mengingatkan temannya.
“Kenapa
harus takut? Jika si pembunuh itu berani membunuhku, maka aku akan
menghantuinya seumur hidup.” tantang
Rae Na dengan berani.
“Kata-katamu
sangat menakutkan tapi kurasa kau memang benar, pembunuhnya lah yang seharusnya
takut.” ujar Gin Rae sambil
melirik lokasi jatuhnya Lily setahun yang lalu.
“Jika
aku jadi gadis yang mati itu, aku pasti akan menghantui mereka seumur hidup.
Kita tak perlu takut pada Lily, karena bukan kita yang menyebabkan kematiannya.
Sebaliknya, orang yang seharusnya takut adalah mereka yang telah menyebabkan kematiannya.” lanjut Rae Na dengan senyum misterius.
“Apa
kau tahu sesuatu yang tidak aku tahu?” tanya Gin Rae
sambil memandang Rae Na
dengan heran.
“Bagaimana
menurutmu?” jawabnya berteka-teki lalu segera berlalu pergi meninggalkan tempat
itu setelah sebelumnya sempat melirik sekilas ke tempat Lily terjatuh.
Tak
jauh dari mereka, seorang gadis mengamati dengan ekspresi yang tak terbaca. Dia
masih teringat dengan jelas kalimat yang diucapkan kedua gadis itu barusan.
“Jika aku jadi
gadis yang mati itu, aku pasti akan
menghantui mereka seumur hidup. Kita tak perlu takut pada Lily, karena bukan
kita yang menyebabkan kematiannya. Sebaliknya, orang yang seharusnya takut
adalah mereka yang telah menyebabkan
kematiannya...”
“Tidak
mungkin! Hantu itu tak ada. Itu hanya omong kosong! Lily Kim sudah mati! Dia sudah
terkubur dalam tanah. Aku tak punya alasan untuk takut padanya.” ujar
gadis itu, menghibur dirinya sendiri.
Sambil
memeluk bukunya dia berjalan cepat ke arah lokernya, entah kenapa dia ingin
secepatnya pulang kerumahnya sekarang. Makin lama dia merasa kampus ini
membuatnya hampir gila.
Dengan
cepat dia mengeluarkan sebuah kunci loker dari dalam saku jaketnya, saat
tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya perlahan.
“AAARGGHH!!” jeritnya ketakutan dan spontan menjatuhkan
buku yang tadi dipeluknya.
“Kau
ini kenapa? Tegang sekali!” ujar suara itu sambil tertawa cekikikan.
“Ini
tidak lucu! Tidak bisakah kalian tidak mengagetkan aku seperti itu!” omel gadis
itu pada teman-temannya.
“Easy
Lidya.. Easy. Kami hanya bercanda!” jawab orang
yang menyentuh pundaknya tadi.
Memutuskan
untuk menghiraukan perkataan temannya, gadis itu kembali memunguti buku-bukunya
yang terjatuh ke lantai dan kembali membuka lokernya, tanpa menyadari sebuah
kejutan lain sudah menantinya.
BRAKKKKKK...
Buku
yang dipegang Lidya Choi terjatuh spontan saat melihat secarik foto bersimbah
darah digantung di pintu lokernya.
“AAARRRGGGHHHH!”
sekali lagi Lidya menjerit spontan karena terkejut dengan apa yang dilihatnya, dia menjerit dan terjengkang, bahunya menghantam loker yang ada dibelakangnya.
Buku-buku yang tadi dipeluknya berhamburan ke lantai.
“Hei, ada
apa? Kau mengagetkan kami.” ujar Merry tak kalah kaget. Dada Lidya naik turun karena takut, dengan ngeri dipandangnya loker itu.
“Itu...Itu...”
tunjuk Lidya kearah lokernya. Ketiga temannya berjalan mendekat kearah yang
ditunjuk Lidya dan melihat foto seorang gadis yang sudah ternoda dengan cairan merah tergantung di lokernya. Cairan
merah yang berasal dari foto itu menetes dari loker hingga ke lantai di dekat
kaki Lidya. Cairan merah yang berwarna lebih gelap tergenang di dalam lokernya.
Dengan ragu-ragu, Nathalie Jung meraba cairan merah itu
dengan ngeri.
“Ini
benar-benar darah...” suaranya mengambang, wajahnya mendadak
pucat. Tapi Marcella Hong bertindak cepat dengan meraih foto bersimbah darah
itu dan membuangnya ke tempat sampah dengan tangan gemetar ketakutan.
Bukan hanya itu saja, di dalam loker itu ternyata
diselipkan sebuah surat dengan tinta merah dan setangkai bunga Lily yang disematkan
di tengahnya, kelopak putih bunga Lily itu menjadi berwarna merah karena
terkena noda merah dari tinta di surat itu.
“Apa itu?” tanya Merry sambil menarik secarik kertas
dengan ragu-ragu dan perlahan membuka lipatannya.
“Bagaimana rasanya
sudah membully dan menyakiti seseorang dan belum sempat meminta maaf padanya
bahkan sampai dia meninggal? Apa kau bahagia? I
KNOW WHAT YOU DID AND I WILL MAKE YOU PAY! JUST BEWARE!” itu kalimat yang
tertulis dikertas itu. Sekali lagi ditulis dengan darah yang masih menetes.
“Ini bukan tinta merah...Ini darah!” sekarang giliran
Merry yang menyentuh cairan merah itu dengan
ngeri , bau anyir darah langsung menembus rongga hidungnya begitu
kertasnya dibuka.
“Ini
hanya ulah orang iseng...Tidak perlu dibesar-besarkan.”
lanjut Merry sok berani, lebih kepada dirinya sendiri.
“Merry,
tapi apa kau sadar itu foto siapa? Itu foto gadis yang mati itu.”
seru Lidya tercekat.
“Lalu? Dia sudah mati. Dia tidak mungkin
bangkit dari kubur lalu menuntut balas pada kita kan?” sergah Merry masih dengan sok berani.
“Lagipula
kau yang menusuk dan mendorongnya sampai mati. Itu
salahmu Nona Lidya Choi.” tambah Merry dingin, menyalahkan sepupunya.
“Bagaimana
bisa kau bilang itu salahku? Kita semua terlibat.” protes
Lidya tak terima, menatap sepupunya dengan tajam.
“Jangan
lupa kau yang menyiram wajahnya dengan air keras, Merry Hwang!” Lidya berkata sambil tersenyum licik pada sepupunya, yang spontan wajahnya menjadi pucat karena diingatkan pada
kejadian itu.
Merasa
terdesak, Merry memutuskan untuk tidak memperpanjang
masalah ini.
“Kita
lupakan saja! Anggap saja tidak terjadi apa-apa.”
serunya dengan suara gemetar tapi kemudian melangkah pergi, diikuti ketiga
temannya.
“Tapi siapa yang mengirim semua itu?” protes Lidya
ketakutan, suaranya masih terdengar gemetar.
“Sudah kubilang itu hanya ulah orang iseng.” sergah Merry
berusaha terlihat berani, walau sebenarnya dia juga merasa tak aman lagi.
Dari
balik koridor itu, tanpa mereka sadari seorang gadis mengintai dengan seringai
dingin.
“Ini
baru dimulai.” gumamnya penuh dendam seraya memasukkan setangkai bunga Lily dalam saku jaketnya dan berlalu
pergi dengan santai, seolah-olah tak terjadi apa-apa.
============
NB : Penasaran dengan kelanjutan kisah ini? Ingin tahu
siapa pelaku pembunuhan dan teror yang menghantui Seoul University? Pastikan
Anda tidak lupa untuk mengoleksi novel thriller yang satu ini. Kebingungan
bagaimana membelinya? Anda bisa menghubungi saya di Wattpad : @LilianaTan1708 dan
saya akan membantu Anda melakukan pemesanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar